The Day of The Jackal

Jumat, Juli 29, 2011

Judul: The Day of The Jackal
Penulis: Frederick Forsyth
Penerjemah: Ranina B. Kunto
Penyunting: Edi Toha
Pemeriksa Aksara: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Dinar Ramdhani Nugraha
Tebal: 609 halaman
Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta Juni 2011 (pertama kali 1971)
ISBN13: 9789790243569


Novel ini bersetting di Eropa tepatnya setelah selesainya perang dunia kedua. Referendum baru saja dilakukan di Aljazair, negara jajahan Prancis, dan referendum itu memutuskan bahwa Aljazair melepaskan diri dari Prancis sebagai negara yang merdeka. Peristiwa inilah yang melatarbelakangi usaha pembunuhan terhadap Presiden Prancis, Charles de Gaulle oleh gerakan sayap kanan Prancis. Apa itu pembunuhan?Assassinology.org memberi definisi dan tujuan pembunuhan sebagai berikut.

Assassination: The act of assassination occurs when someone important is murdered for one of three reasons:

1. Political beliefs: the selective killing of an individual enemy in the hope that their policies die with them.
2. Power: committed simply to take the place of a VIP, or to transfer their power to someone else. As international terrorist Carlos the Jackal put it: “To get anywhere, you have to walk over corpses”.
3. Notoriety: Disturbed individuals who want to achieve fame through the elimination of a VIP. Sirhan Sirhan told his interrogators: “They can gas me, but I am famous; I have achieved in one day what it took Robert Kennedy all his life to do”.


Dari definisi di atas, tujuan pembunuhan Charles de Gaulle yaitu untuk menumbangkan kekuasaan termasuk dengan seluruh kebijakan politik yang telah dibuat sebelumnya. Sebelum cerita berlanjut, kita amati sejenak konteks yang terjadi pada saat peristiwa dalam novel ini terjadi.

Perang Aljazair
Sejak Tahun 1830 hingga 1962, Aljazair masuk dalam wilayah Prancis. Aljazair bagian dari Prancis, bukan negara kolonial Prancis. Negara yang masuk kolonial Prancis adalah Mexico di Amerika Selatan serta Indocina (Vietnam) di Asia Tenggara. Aljazair memiliki kaitan erat terhadap perang dunia kedua. Sebagian besar pasukan sekutu dari Prancis berasal dari Aljazair. Pada 1947, dibentuk Algerian Assembly. Algerian Assembly adalah parlemennya Aljazair yang nantinya akan memilih Perdana Menteri. Algerian Assembly terdiri dari dua warganegara mayoritas, yaitu muslim dari Aljazair sendiri dan nonmuslim dari Eropa (Prancis). Pada tahun 1948, terjadi protes dari warga negara muslim Aljazair. Mereka keberatan dengan komposisi suara dalam Algerian Assembly itu dimana warga muslim sebanyak 8.000.000 jiwa mewakili 50% suara, sementara 50% suara lagi diwakili oleh 1.500.000 jiwa dari warga nonmuslim.

Pada tahun 1954-1962, pecah perang antara Prancis dan Aljazair. Perang tersebut dimotori Front de Libération National (FLN). FLN berperang melawan gerakan pro Prancis, serta pemerintahan de Gaulle. Pada saat itu pasukan Prancis dibuat repot dengan menghadapi dua kelompok, yaitu FLN dan Organisation de l'armée secrète (OAS). OAS tetap menginginkan agar Aljazair tetap masuk wilayah Prancis. Intinya, OAS antikemerdekaan Aljazair. Motto OAS adalah Algeria is French and will remain so" (L’Algérie est française et le restera). OAS juga menghadapi dua musuh sekaligus. Satu sisi ia berhadapan dengan FLN, satu sisi OAS memberontak terhadap pemerintahan de Gaulle.

Charles de Gaulle sebagai Prsiden saat itu menawarkan jalan referendum untuk menyelesaikan perang yang berlarut-larut serta memperbaiki ekonomi Aljazair. Sementara sudah dilakukan gencatan senjata antara pasukan Prancis dan Front Pembebasan Nasional Aljazair, OAS melakukan provokasi dengan menyerang dan membom di kota Paris. Referendum dilakukan pada 8 Januari 1961 Dan Prancis mengakui kemerdekaan Aljazair pada 3 Juli 1962. Kemerdekaan Aljazair inilah yang membuat OAS semakin membenci pemerintahan Prancis di bawah Jenderal Charles de Gaulle.

Operasi Pembunuhan
Usaha pembunuhan terhadap Jenderal de Gaulle dilakukan. Pascakemerdekaan Aljazair, OAS melakukan serangan terencana pada iring-iringan Presiden Prancis. Pimpinan operasi pembunuhan itu adalah Jean-Marie Bastien-Thiry. Bastien-Thiry adalah seorang insinyur peralatan udara militer Prancis, dan ia sendiri bukanlah anggota OAS. Percobaan pembunuhan itu gagal. Jean Bastien-Thiry (19 Oktober 1927–11 Maret 1963) akhirnya dijatuhi hukuman mati. Presiden de Gaulle menolak memberikan amnesti pada Bastien-Thirty. Ada tiga orang yang dijatuhi hukuman mati. Jenderal de Gaulle memberikan amnesti pada dua orang, dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Namun, kepada Bastien-Thiry, tetap hukuman mati. Ada lima pertimbangan Gaulle untuk menolak amnesti itu. Pertama, Bastien-Thiry memerintahkan anak buahnya untuk menyerang mobil yang ditumpangi de Gaulle, sementara di dalamnya ada istri de Gaulle, Yvonne de Gaulle yang tidak bersalah. Kedua, Bastien-Thiry membahayakan warga sipil (keluarga Fillon) yang berada di dekat mobil yang membawa de Gaulle. Ketiga, Bastien-Thiry membawa 3 orang warganegara asing (Hongaria) dalam drama pembunuhan itu. Keempat, dalam persidangan, Bastien-Thiry menyatakan bahwa tujuan awal adalah menculik de Gaulle, bukan membunuhnya. Bastien-Thiry membuat suatu kesalahan dengan "mengejek" de Gaulle di persidangan dengan mengatakan bahwa ia akan mengambil kacamata dan kawat gigi de Gaulle. Kelima, dalam pandangan de Gaulle, di kala rekan-rekan Bastien-Thiry sedang melakukan pekerjaan berbahaya menembaki mobil de Gaulle, Bastien-Thiry hanya mengamati dari jauh.

Fredrick Forsyth membuat kisah fiksi melanjutkan cerita di atas. Pascakegagalan OAS membunuh de Gaulle, pimpinan OAS berembuk kembali memantapkan rencananya. Pimpinan OAS tertinggi adalah Kolonel Antoine Argoud. Setelah ia ditangkap di Jerman oleh Service de Documentation Extérieure et de Contre-Espionnage (SDECE), otomatis wakilnya yang menjadi pemimpin yaitu Kolonel Marc Rodin. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, Rodin memutuskan tidak menggunakan orang dari OAS untuk membunuh presiden. Ia melakukan penelitian sendiri dan memutuskan bersama Rene Montclair dan Andre Casson, 2 orang pimpinan OAS yang lain, untuk menyewa seorang pembunuh profesional yang sama sekali tidak punya ideologi yang sama dengan OAS serta tidak ada dalam catatan kepolisian. Ditentukan seorang yang berasal dari Inggris. Tidak diketahui bagaimana Rodin bisa memperoleh data-tentang si Inggris, yang jelas informasinya sangat terbatas, dan Inggris dianggap jarang berurusan dengan Prancis. Jadi, tujuan pembunuhan seperti di atas menjadi berkembang. Sebelumnya, tujuannya adalah untuk melenyapkan kebijakan politik de Gaulle, dari sisi OAS. Sementara dari sisi si pembunuh bayaran, tujuannya adalah semata-mata demi uang.

Pimpinan OAS menetapkan seorang kandidat dari Inggris. Untuk kepentingan itu, Sang Kandidat diterbangkan dari Inggris ke Austria. Di sebuah hotel yang dijaga dengan ketat, mereka berdiskusi. Kandidat pembunuh tersebut meminta bayaran yang sangat besar. Besaran uang yang diminta sebesar US$ 500.000. Sandi yang digunakan pada Orang Inggris itu adalah The Jackal. Dari uraian di novel ini, sangat sedikit keterangan mengenai si Jackal. Disebutkan bahwa ia seorang jangkung, kurus, tinggi 6 kaki, berambut pirang, serta mempunyai kemampuan menembak yang jitu.

Pihak Dinas Rahasia Prancis melaporkan bahwa Rodin dkk bersembunyi di sebuah hotel. Mereka berkomunikasi dengan surat dengan sandi khusus: Partrier. Pengawal mereka berasal dari legiun asing yang bernama Viktor Kowalski. Dinas Rahasia Prancis menjebak Viktor dengan mengabarkan bahwa putrinya sakit. Viktor ditangkap, dan dari interogasi diperoleh kesimpulan bahwa OAS menyewa pembunuh profesional untuk membunuh Presiden Prancis. Keterangan yang diperoleh dari Viktor sangat minim. Hanya berupa kata Jackal.

Di Inggris, Si Jangkung Pirang sedang berusaha untuk mendapatkan dokumen palsu. Ia mendatangi sebuah pemakaman keluarga, dan ia melihat nama-nama di batu nisan yang tanggal lahirnya kira-kira sama dengan dirinya. Ia menemukan Alexander Duggan di sebuah batu nisan. Ia mendatangi gereja di sekitar untuk menanyakan informasi terkait Duggan. Ia membuat keterangan palsu kepada pastor gereja dengan mengatakan bahwa ia adalah kerabat Duggan. Ia mendapatkan nama ayah dan ibu Duggan yang sebenarnya. Kemudian membuat akte kelahiran palsu yang fotonya ia samakan dengan dirinya. Ia juga mendatangi pembuat dokumen paspor palsu.

Di Prancis, dewan khusus dibentuk untuk menangkal si Jackal. Dewan tersebut diketuai oleh Roger Frey, Menteri Dalam Negeri. Inspektur Lebel ditunjuk sebagai pemimpin operasi pencegahan. Inspektur Lebel mengirimkan pesan ke rekannya sesama polisi di negara lain untuk memberitahu bahwa apakah ada seseorang berbahaya di negara mereka. Lebel juga memerintahkan supaya semua orang asing yang memasuki Prancis agar diperiksa. Dari Inggris dikabarkan bahwa orang yang diduga sebagai The Jackal adalah Charles Calthrop. Ada kemiripan pelafalan. Jackal dalam Bahasa Prancis disebut ChaCal, sama dengan inisial Charles Calthrop.

Mungkin si Forsyth boleh narsis dengan negerinya, Inggris. Polisi Inggris, Bryn Thomas, mengidentifikasi bahwa The Jackal (sebelumnya diduga Charles Calhtrop) telah memasuki Prancis dengan nama Alexander Duggan. Jika tanpa ada informasi dari polisi Inggris, maka Jackal akan leluasa masuk ke Prancis sesuai rencana sebelumnya. Jackal dibantu oleh mata-mata OAS yang bersandi Valmy. Valmy sendiri diberikan informasi oleh rekan yang kebetulan adalah teman wanita Saint Clair, salah seorang anggota dewan.

Sebelum memasuki Prancis, Jackal diberitahu bahwa identitasnya sebagai Duggan telah ketahuan. Karena itu, ia berganti identitas menjadi Pendeta Denmark. Lebel merasa ada yang janggal dengan keberadaan Jackal yang selalu lebih dahulu berhasil melarikan diri sebelum tim Lebel datang. Ia mensinyalir ada informasi bocor dari rapat dewan. Pada suatu kesempatan rapat, Lebel memperdengarkan rekaman suara telepon antara Valmy dan seorang wanita. Saint Clair mengakui bahwa wanita itu adalah temannya, dan segera mengundurkan diri.

Mobil Alfa Romeo (1960) yang digunakan Jackal

Forsyth sangat piawai menceritakan detil kisah yang diperankan oleh Jackal dan Lebel. Pembaca dibawa ke suasana di sekitar hotel tempat Jackal menginap, mobil alfa romeo, berganti warna rambut, menyiapkan paspor palsu, membawa koper. Demikian juga suasana ketika Lebel sedang berpikir menangkap Jackal, suasana dalam rapat dewan, berdiskusi dengan wakilnya, serta upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah Jackal masuk ke Paris. Semuanya ditulis dengan detil termasuk dengan nama-nama tokohnya yang banyak sekali.

Senapan rakit
Pilihan
Kembali pada soal pilihan hidup, Forsyth memberi gambaran tokoh dalam novel ini sebagai sebuah pilihan. Jackal memilih sebagai pembunuh profesional, sedangkan Claude memilih sebagai detektif profesional. Mereka sama-sama cerdas, dan sama-sama memiliki dedikasi yang tinggi pada profesi mereka. Terlepas apakah pilihan mereka berkaitan dengan nilai-nilai etika, paling tidak mereka mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Jackal menyiapkan perencanaan dengan matang. Ia masuk ke perpustakaan, membaca kliping koran, membaca ensiklopedia, menghubungi pembuat senjata dan pemalsu dokumen. Satu hal yang dapat ditiru adalah bahwa Jackal adalah tipe perencana yang ulung serta pekerja keras. Kelemahan Jackal dalam cerita ini adalah kemampuan berdiskusi dan bernegosiasinya tidak memadai. Hampir mirip dengan Jackal, Claude Lebel juga adalah tipe pekerja keras. Satu hal yang dapat ditiru adalah ia tipe pantang menyerah. Lebel berani melakukan apa yang dianggapnya baik walaupun itu tidak disetujui oleh rapat dewan. Satu lagi rekan Lebel yang tipe pekerja keras adalah rekan polisi di Inggris, yaitu Bryn Thomas. Demi mendapat informasi tentang Jackal, ia mengerahkan semua kemampuan di timnya. Hasilnya tidak sia-sia. Nama Duggan yang digunakan oleh Jackal, diperoleh dari polisi Inggris ini.

Pilihan itu kembali pada manusia itu sendiri. Manakah yang ia pilih? Dengan segala risiko dan keuntungan yang sudah diperhitungkan, pilihan diputuskan. Novel ini memang "miskin" bicara masalah kemanusiaan. Demi pencapaian tujuan, tokoh-tokohnya sedikit menggunakan perasaan dan hatinya. Namun, pada suatu wawancara Forsyth mengembalikan itu semua pada pembaca, berikut kutipannya.
I'm not telling humanity how to run itself. I'm describing how a bit of humanity runs itself. You want to be surprised, be surprised. You want to be horrified, be horrified. It's your choice, not mine.


Forsyth muda bergaya

Kisah di Balik Penulisan Novel
Frederick Forsyth terkenal dengan membuat novel thriller. Kisah Jackal ini ditulis ketika ia berusia duapuluhan. Ia bercita-cita menjadi pilot, dan bergabung dengan Royal Air Force (RAF), angkatan udara bergengsi Inggris. Ambisi keduanya adalah berkeliling dunia. Ia bekerja sebagai jurnalis di kantor berita Reuters. Ia bertugas di Afrika, Jerman Barat, Jerman Timur, dan Cekoslowakia sebagai jurnalis asing. Lewat profesinya ini, ia berkesempatan ke Afrika meliput perang Aljazair. Pengalamannya meliput perang memberi inspirasi baginya untuk menulis novel ini. Motivasi awalnya dalam menulis novel adalah ia menemukan bahwa novel yang dibacanya tidak disertai dengan penelitian yang mendalam. Ia berkeinginan menulis novel berdasarkan riset yang ia lakukan sendiri. Berbekal pengalaman jurnalistiknya di Reuters dan terutama ketika meliput perang Aljazair, ia menulis novel ini. Selain itu, motivasi Forsyth menulis novel The Jackal adalah karena uang. sebab ketika ia pulang dari Afrika, ia berhenti dari pekerjaannya dan ia tidak memiliki uang.

Seperti The Jackal yang keluar masuk perpustakaan, Forsyth juga masuk ke perpustakaan Prancis untuk memperoleh informasi/data-data yang dibutuhkan. Sebagai wartawanpun, ia pernah mewawancarai pimpinan OAS. Pada suatu kesempatan wawancara dengan pimpinan OAS pernah mengatakan "the moment when a sniper got him through the forehead." Hal itu tidak pernah terjadi selanjutnya, namun hal itu menjadi ide cerita The Jackal ini. Ketika bertugas di Prancis, Forsyth juga menyaksikan kerusuhan jalanan yang menentang kemerdekaan Aljazair. Forsyth juga masuk ke sindikat pemalsu dokumen di Inggris, ia mendalami seluk beluk pemalsuan paspor di Inggris. Banyaknya imigran gelap di Inggris disinyalir karena menggunakan dokumen paspor palsu melalui agen-agen itu, namun Pemerintah Inggris baru menutup tuntas 'celah' itu di tahun 2003. Sungguh waktu yang sangat lama. Selain itu, ketika ia bertugas sebagai jurnalis di Nigeria pada 1969, ia banyak bertemu dengan prajurit bayaran. Ia banyak mengetahui bagaimana Eropa bawah tanah, bagaimana mendapatkan senapan penembak buatan, bagaimana mematahkan leher seseorang, dan semua informasi dan pengetahuan itu ia ramu dalam novel ini.

Novel ini juga menjadi inspirasi bagi pembunuh Yitzhak Rabin (!995). Terjemahan bahasa Ibrani novel ini ditemukan di tempat tinggal Yigal Amir, si pembunuh Rabin. Ilich Ramírez Sánchez alias Carlos the Jackal terinspirasi novel menjadi teroris paling berbahaya di Amerika Selatan.

Menurut saya, terjemahan novel ini cukup baik. Cuma agak kurang konsisten antara judul dengan isi. Di judul menggunakan kata Jackal, sementara di isi buku digunakan nama Jakal. Seolah membuat Jackal lebih mengindonesia, tetapi kurang konsisten pada tokoh lain yang tetap mempertahankan nama aslinya. Selain itu, ada kata "berabe", "dong", "sih" yang menurut saya lolos dari mata editor.


Kembali ke novel, Forsyth tetap berpegang bahwa novelnya haruslah berdasarkan riset dan fakta. Secara kekuatan, Jackal dan Lebel tidak seimbang. Lebel didukung oleh ratusan bahkan ribuan anak buah serta dukungan rekan polisi dari berbagai negara. Sementara Jackal hanya seorang diri dan bantuan informan. Namun, fakta menunjukkan bahwa Aljazair tetaplah sebuah negara merdeka yang tidak tergoyahkan lagi hingga saat ini. Bila kita menyaksikan beberapa video di youtube yang menayangkan banyaknya korban rakyat Aljazair akibat perang antara FLN dan pasukan Prancis, maka sungguhlah tepat keputusan de Gaulle untuk membiarkan Aljazair sebagai negara sendiri.


@hws29072011

You Might Also Like

23 komentar

  1. Waaaa.. dari fotonya ternyata Frederick Forsyth keren juga ya!

    BalasHapus
  2. Asiknya baca reviewnya Helvry ini ya bnyk dpt informasi sejarah. top!

    Eh, Fosryth muda itu mirip Daniel Cage (pemeran Jamse Bond) yak? :))

    BalasHapus
  3. soal terjemahan yg ada kata "berabe", "donk", dll itu kupikir penerjemah menyesuaikan dgn kalimat versi aslinya yang mungkin saja menggunakan kalimat2 slank atau kalimat gaul, tapi ini baru mungkin loh.

    Kalimat2 itu gak banyak jadi aku gak terlalu mempermasalahkan... :)

    BalasHapus
  4. Makasih udah posting tentang Aljazair. Dari awal saya penasaran. Tapi nggak perlu posting endingnya. huhuhu...
    Spoiler kedua yang saya temukan
    >.<

    No hard feeling
    *peace* :D

    BalasHapus
  5. Bagi saya, kelemahan dari buku ini ada di halaman 97 baris - baris akhir, karena di sana akhir dari novel ini sudah bisa ditebak.
    untung kelemahan ini bisa ditutupi dengan detil yang memenuhi keseluruhan buku.
    seperti biasa, fakta sejarah di review anda sangat informatif. makasih.
    NB: Feednya masih jadi problem tuh. di blogrollku tidak muncul review ini

    BalasHapus
  6. @Annisa: Udah tua aja beliau masih cakep kok :c

    BalasHapus
  7. @htanzil: waduh saya kurang tahu dunia perartisan pelem Om tan, hahaha
    iya sih...kata-kata dong, sih itu memang tidak banyak, mungkin pilihan penerjemah juga kali yaah..apalagi kalau slang yang digunakan udah berumur lama, susah dicari padanannya.

    BalasHapus
  8. Mengenai buku ini "miskin kemanusiaan", itu karena ini bukan buku ttg kemanusiaan, melainkan suspense-thriller. Memang di buku2 macam ini kita lbh dilibatkan secara logika, bukan emosi. Pikiran harusnya lbh mendominasi ketimbang hati kalo udah memutuskan membaca suspense-thriller. Makanya yg terbaik menurutku kita secara bergantian membaca buku2 macam ini diselingi dengan buku2 lebih "kaya kemanusiaan" agar otak & jiwa menjadi imbang

    BalasHapus
  9. @ally: wah..perihal 'spoiler' itu memang lolos dari perhatian saya. seharusnya saya sendiri baca ulang review ini, hahaha..
    trimakasih koreksinya --> udah dikoreksi kok :o

    BalasHapus
  10. @mas eko: wah saya sebenarnya polos-polos aja nggak bisa mendeteksi di halaman 97 itu sperti apa. Saya hanya berimajinasi bagaimana suasana Inggris dan Prancis pada saat itu.
    Coba nonton filmnya juga deh mas, hehehe..

    PS. Hadeeh saya sudah googling bagaimana merecovery feed rss, sejauh ini yang saya temukan adalah mengganti dengan feed burner.

    coba pakai ini ya mas
    http://feeds.feedburner.com/BlogBukuHelvry

    tengkyuu

    BalasHapus
  11. @fanda: Betul mbak. Kembali ke kita sebagai pembaca juga untuk menentukan mana-mana yang dibaca, toh kita juga harus diajari oleh akal untuk bertindak rasional bukan?

    tengkyu mbak :a

    BalasHapus
  12. baca review ini dapet banyak info tambahan :)

    BalasHapus
  13. ya ampuunn tuanya si forsyth kok jadi gendut ya... ckckckckc.... :o

    BalasHapus
  14. @ferina: saya juga dapat tambahan elmu, dengan komen teman-teman, hehhe

    @ana: semoga saya jangan sampai gendud kayak gitu deh :P

    BalasHapus
  15. reviewnya super duper lengkaaaap =D thanks buat background sejarahnya ya!

    BalasHapus
  16. Setuju dengan Fanda, kl membaca buku thriller memang kita harus siap dengan alur yg cepat dan miskin bahkan hampir tidak ada sentuhan kemanusiaan seperti halnya membaca buku2 bernuansa sastra , eh si Jackal ini bukan buku sastra ya? wah kl bahas soal sastra or bukan bisa jadi panjang nih..... :))

    BalasHapus
  17. @astrid: heheehe..sama-sama mbak..:h

    @Om Tan: tapi seru juga kok om thriller yang ada faktanya. Secara tidak langsung jadi mengetahui konteks peristiwa. Kalau The Jackal ini buku sastra, pasti akan banyak thesis/jurnal yang menjadikannya objek penelitian. Dan memang saya tidak temukan satupun. :j

    BalasHapus
  18. banyak info as always..aih bs juga nemu foto penulisnya pas muda :)

    BalasHapus
  19. seharusnya aku baca reviewmu dulu bang sebelum baca Jackal, nggak mbulet lagi deh XD, oh itu toh mobil Alfa Romeonya. Suka reviewnya, jelas dan lengkap :q

    BalasHapus
  20. udah ditambah pake nonton pilmnya segala? hehehh.. Kayaknya yang versi Bruce willis juga ada, cuma.. belum pernah nonton juga sih.. :a

    BalasHapus
  21. @Nophie: hehhe...makasih nov, opa forsyth gagah juga waktu muda yah :c

    @sulis: makasih...alfa romeo itu sekarang mahal banget uy, wkwkwk

    @orybun: ada sih yg versi bruce wilis, cuma nggak persis ceritain seperti di novel..sama.aku jg belum pernah nonton yg versi bruce wilis

    BalasHapus
  22. sebuah cerita yg menarik unt disimak. trims dgn reviewnya.

    BalasHapus
  23. weks rupanya ini bukan buku fiksi yah?? rupanya campur sama sejarah? jadi kurang berminat lagi dah huhuuhhuuuhh

    BalasHapus