Dunia Sophie (Sophie's World)

Rabu, Oktober 12, 2011

Judul: Dunia Sophie
Judul asli: Sofie's Verden
Penulis: Jostein Gaarder
Penerjemah: Rahmani Astuti
Penyunting; Yuliani Liputo dan Andityas Prabantoro
Proofreader: M. Eka Mustamar
Ilustrator isi: Guntur
Edisi Gold Cetakan II, November 2010
Penerbit: PT Mizan Pustaka

Saya tidak punya referensi sebelumnya buku apa yang harus saya baca bila ingin tahu tentang filsafat. Pada suatu kesempatan di toko buku, perhatian saya langsung teralih dengan cover buku yang bagus ini. Saya memutuskan membeli buku ini setelah membaca endorsement Prof Franz Magnis-Suseno di cover depan: "Anda sudah lama ingin tahu apa filsafat, tetapi selalu tidak sempat, terlalu kabur, terlalu abstrak, terlalu susah, terlalu bertele-tele? Bacalah buku manis ini dimana Sophie, anak putri 14 tahun, menjadi terpesona karenanya." Maka harapan saya akan membaca buku ini adalah ingin mengetahui apa sih filsafat itu?

Pengertian Filosofi/Filsafat
Filsafat dijabarkan dari philosophia. Perkataan ini berasal dari Bahasa Yunani, dan berarti “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). Menurut tradisi, Pytagoras atau Sokrateslah yang pertama-tama menyebut diri Philosophus, yaitu sebagai protes terhadap kaum Sophist , kaum terpelajar pada waktu itu yang menamakan diri “bijaksana”, padahal kebijaksanaan mereka itu hanya kebijaksanaan semu belaka. Karena luasnya filsafat, maka tak akan ada orang yang mampu menguasainya dengan sempurna. Sebab itu, orang yang ingin menguasai filsafat, menamakan dirinya filsuf saja.


Menurut Merriam-Webster Dictionary, pengertian philosophy adalah sebagai berikut.
a : pursuit of wisdom
b : a search for a general understanding of values and reality by chiefly speculative rather than observational means
c : an analysis of the grounds of and concepts expressing fundamental beliefs

Bercerita
Mengapa Gaarder memilih anak-anak sebagai tokoh dalam novel ini karena Gaarder berpendapat bahwa anak-anak adalah filsuf, lebih penting mengajari filsafat kepada orang dewasa daripada anak-anak. Pertanyaan filsafat sesungguhnya pertanyaan yang mendasar, dan itu yang sering ditanyakan anak-anak. Pertanyaan seperti:
Mengapa awan bergerak?
Apakah surga itu?
seperti pertanyaan sepele bagi orang dewasa, namun orang dewasa sendiri tidak dapat menjelaskan dengan baik kepada anak-anak. Saya sendiri pernah mendapat pertanyaan: "Kak, kalau anak bayi meninggal, dia masuk surga nggak? Saya gelagapan."

Mungkin hampir mirip dengan Anthony de Mello atau Onghokkam dimana menurut Jostein Gaarder cara yang terbaik untuk mengerti sebuah peristiwa adalah dengan bercerita. Jan Bentley menulis dalam sebuah artikel bagaimana sebuah pemahaman akan lebih mudah ditangkap bila melalui cerita:
When a person listens to a story, both sides of the brain are working. The left brain is processing the words while the right brain is actively filling in the gaps. This is the reason why it is so important to read to children, to allow their brains to imagine the story rather than using television and films for all their learning.

Hal senada dikatakan oleh Jostein Gaarder dalam sebuah wawancara:
‘I think that the story is our mother tongue. Our human brain is made for stories, more than it’s made for storing information. A good teacher is a good storyteller, and I’ve done both. And in Sophie’s World I did both too.’

Sesungguhnya yang membuat buku ini menarik adalah karena ada cerita di dalamnya. Gaarder memakai tokoh Alberto untuk menceritakan sejarah filsafat kepada Sophie. Hal itu mengadopsi apa yang dilakukan oleh Sokrates ketika mengajar, ia mengajak berdiskusi dengan orang-orang lain. Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memulai diskusi, dan dalam diskusi itu baru ia memberikan argumen-argumennya sampai orang lain mengakui kelemahan argumentasi mereka. Sophie Amundsen, seorang gadis berusia 14 tahun pertama kali mendapat sebuah surat yang bertulis Siapakah Kamu dan Darimanakah Dunia Berasal?, selanjutnya Sophie mendapat kartupos yang tertempel prangko Norwegia dan diberi cap pos "Batalion PBB" Peristiwa selanjutnya adalah Sophie mendapat surat yang panjang dari Alberto Knox yang membuka pemikiran Sophie akan pengenalan filsafat. Pertanyaan yang diberikan pada Sophie sebenarnya adalah pertanyaan yang diajukan Jostein ketika berumur 12 tahun. Ia diliputi suatu pertanyaan misteri, teka-teki tentang dunia ini. Ia menanyakan apakah bukan sesuatu yang aneh kita berada di dunia ini? apakah dunia itu ada? Ia bertanya pada orang tua dan orang dewasa lainnya, dan ia menerima jawaban bahwa tidak aneh berada di dunia ini, itu normal. Bahkan ia mendapat pesan agar jangan berpikir terlalu jauh sampai kesana.

Dan Sophie menunjukkan ketertarikannya dengan menyimpulkan bahwa dia dapat mengikuti semua gagasan dengan menggunakan akal sehatnya sendiri-tanpa harus mengingat segala sesuatu yang telah dipelajarinya di sekolah. Filsafat bukanlah sesuatu yang dapat kita pelajari; namun barangkali kita dapat belajar untuk berpikir secara filosofis (h.83).

Selain surat Alberto, Sophie menerima surat dari seorang Mayor yang bernama Albert Knag ditujukan kepadanya anaknya, Hilde Moller Knag. Sang Mayor sedang bertugas pada misi PBB di Lebanon. Jostein menggunakan karakter mayor yang bertugas di misi PBB dari sebuah refleksi filosofi. Saat ini umat manusia sangat tersegmentasi dengan wilayah negara (seperti Norwegia, Eropa, dsb) sebagai identitas. Manusia seolah terlupa dengan latar belakang spiritulitasnya sebagai bagian dari makhluk hidup (yang memandang dunia secara universal). PBB menaungi hal itu, misi perdamaian yang dibawanya lintas bangsa. Bila kita melihat apa yang terjadi di Libanon sekitar tahun 1990-an yaitu menjelang berakhir perang Libanon yang memakan waktu 15 tahun (13 April 1975 – 13 Oktober 1990). Perang ini juga memiliki sejarah yang cukup panjang, negara-negara yang bertikai adalah Palestina, Lebanon, Syria, Israel, serta kelompok-kelompok sipil di negara tersebut. Yang menyedihkan adalah di seputaran kawasan tersebut sampai sekarang masih terjadi perang, yang kalau dirunut lebih jauh mereka dulu adalah satu rumpun bangsa. Karena itu salah satu usaha yang mengakui persamaan manusia di seluruh dunia adalah hadirnya misi perdamaian PBB di negara yang sedang berkonflik.

Isi surat itu adalah sejarah pemikiran umat manusia dari mulai era sebelum Sokrates yang disebut filosof alam hingga abad 21. Jika hanya melulu membicarakan masalah tokoh-tokoh filsuf, apa yang menjadi pelajarannya apa yang menarik dari novel ini? Pertama, Gaarder memberitahukan sejarah para filsuf dengan pokok pikirannya. Untuk mengetahui tentang Descartes, Marx, Berkeley, Kant, misalnya, kita harus membaca sendiri pemikirannya lewat buku-bukunya. Kedua, penulisan cerita Sophie dan mentornya, Alberto Knox, Gaarder menggambarkan cerita pembelajaran filsafat dengan menarik. Dimulai dengan pertanyaan, kemudian menceritakan bagaimana sudut pandang manusia menjawab pertanyaan tersebut dari zaman ke zaman. Inti pertanyaan tetap sama, yaitu mempertanyakan hal-hal yang sangat mendasar namun pengenalan manusia akan ilmu pengetahuan dan perkembangan ilmu-ilmu lain semakin bertambah menyebabkan pemikiran manusia juga ikut berubah. Ketiga, Gaarder mengenalkan filsafat dengan cara yang lebih 'membumi', bersahabat, dan tidak njelimet. Pertanyaan pembuka bagi Sophie, "Apakah Filsafat itu?" adalah pintu pertama untuk mengenal filsafat. Lewat surat Alberto pada Sophie, kita dapat mengetahui sedikit tentang sejarah filsafat. Mungkin kita belum sampai pada tahap pemahaman, namun paling tidak kita diperkenalkan dengan cara yang menarik. Barangkali metode Gaarder ini dapat ditiru oleh orang-orang Indonesia untuk mengajarkan nilai-nilai filsafat suku bangsa di Indonesia. Bayangkan betapa kayanya sumber daya kita, dan apakah tradisi bercerita kita mampu mengalihkan kekayaan berpikir ala nusantara itu dari orang-orang tua ke anak-anak muda?

Lokal
Seandainya ada Dunia Sophie versi Indonesia, siapa saja filsuf yang mungkin dijelaskan oleh Alberto pada Sophie? Boleh jadi Prof. Dr. Nicolaus Drijarkara, S.J, guru besar filsafat di Universitas Indonesia dan IKIP Sanata Dharma (wafat awal 1967). Beliau telah mengenalkan filsafat ke Indonesia lewat jalur akademis. Lewat traktat "Pembimbing ke Filsafat", ia menyiapkan materi kuliah tentang Pengantar Filsafat. Menurut Driyakara, filsafat harus diberikan dengan berpartisipasi aktif, yaitu siswa diajak berpikir serta mengikuti alur pikir yang dipelajarinya. Untuk itu, ada tiga metode yang lazim digunakan. Pertama, metode historis: mengenalkan tokoh pemikiran yang ada. Kedua, metode ikhtisar: menjelaskan filsafat menurut pengelompokan topik/tema. Ketiga, metode sistematik: membeberkan persolan manusia yang terdalam.Driyakara mengajarkan bahwa untuk mencapai tujuan sejati, manusia harus mewujudkan citra ilahi dalam kehidupannya sehari-hari

Terkait dengan pengertian philosophy yaitu love of wisdom, bagaimana pandangan Driyakara? Driyakara menulis seseorang baru disebut bijaksana apabila ia mempunyai pengertian yang mendalam mengenai arti dan nilai sesungguhnya daripada barang-barang, mengenai arti dan nilai hidup, arti dan nilai manusia; apabila ia mendasarkan pendapat dan pandangannya tidak atas pertimbangan-pertimbangan yang dangkal saja, tetapi melihat, merasa memerhatikan arti yang terdalam dari semuanya. Hubungan antara pengetahuan dan kebijaksanaan, ditunjukkan oleh Plato bahwa untuk mencapai kebijaksanaan hidup, diperlukan suatu pengetahuan yang mendalam tentang manusia dan dunia. Sebaliknya, pengetahuan itu akan membimbing, membawa kita ke arah pengetahuan yang lebih baik mengenai arti, isi, dan tujuan hidup.

Bagaimanapun saya mengapresiasi buku ini. Nama-nama filsuf dan tema pemikirannya dapat dibaca di buku ini. Pemikiran filsafat India maupun Tionghoa, terlebih Indonesia dapat kita baca untuk memperkaya kita mengetahui cara berpikir orang Asia. Apalagi bila dikaitkan dengan konteks kehidupan saat itu, setidaknya membuat saya tertarik untuk berkhayal. Namun, Driyakara memberi penegasan bahwa sejarah filsafat belumlah "filsafat", sejarah filsafat hanya "sejarah"-nya! Jadi dalam Dunia Sophie ini, tahapnya masih sejarah yakni perkembangan pemikiran filsafat barat dalam sejarah.

Dialog yang segar antara Sophie dan Alberto, antara Hlde dan Albert Knag, antara Sophie dan ibunya, antara Sophie dan temannya membawa kita ke dalam pengenalan akan bagaimana sudut pandang pemikiran orang-orang untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis. Metode belajar dengan berdialog dan berdiskusi yang sudah digunakan dua ribu abad lalu masih relevan. Yang membuat saya kagum bagaimana Gaarder meramu semua dialog tersebut. "So the book became very much a dialogue not only between these two people but actually a dialogue within my own head.

Kembali ke pertanyaan awal: Apakah Filsafat itu? saya sendiri masih takjub mengapa pemikiran orang-orang dari abad-abad dulu masih ada yang relevan dengan kehidupan sekarang. Berarti cara berpikirnya ini yang luar biasa. Bagi saya sendiri, berfilsafat berarti belajar memberi makna. Makna yang muncul dari sebuah pertanyaan: Apa pelajarannya? Toh mungkin saya tidak harus dibebani dengan merumuskan pemikiran saya dengan sebuah teori/konsep, namun paling tidak hal baru yang saya dapatkan adalah mempertanyakan sebab atau latar belakang.

Jostein Gaarder lahir di Oslo, Norwegia pada 8 Agustus 1952. Ayahnya adalah seorang kepala sekolah dan ibunya seorang guru yang juga menulis buku anak.Ia masuk kuliah bahasa Skandinavia dan Teologi di Univeristy of Oslo. Pada usia 29 tahun, ia mengajar filsafat pada sekolah menengah. Ia menngajar dari tahun 1982 hingga tahun 1993. Buku pertamanya tentang filsafat adalah The Diagnosis and Other Stories ditulis tahun 1986. Selain itu ia menulis dua buku lain sebelum buku "The Solitaire Mystery" Buku ini memperoleh penghargaan Norwegian Literary Critics' Award dan Ministry of Cultural and Scientific Affairs' Literary Prize.

Pengalaman mengajarnya selama 11 tahun menunjukkan pentingnya mengajar filsafat dengan cara yang menarik. Untuk itu ia mengemas sjarah dalam bentuk novel. Karyanya yang paling terkenal adalah Sophie's World yang memperoleh penjualan tertinggi di Norwegia. Gaarder mengatakan ia tidak menduga Sophie's World akan laku di Jerman dimana di sana filsafat dikenalkan akademis. Ia memutuskan meninggalkan profesi mengajarnya dan menjadi penulis full time. Ia mengatakan bahwa ia akan menulis buku berfilosofi sebab ia tidak dapat meninggalkan pengalaman mengajarnya di kelas.

Pada tahun 1997, bersama istrinya, Siri Dannevig, Josten Gaarder menggagas The Sophie Prize yaitu sebuah penghargaan internasional sebesar USD100.000 yang diberikan kepada orang/institusi/organisasi yang berkontribusi atau mengembangkan kesadaran masyarakat global isu-isu tertentu. Hal tersebut termuat pada misi The Sophie Prize, yang kembali mengajukan pertanyaan filosofis:
What kind of change of consciousness is needed?
What is sustainable wisdom?
What qualities of life are the most important?
What important alternative measures must be implemented now?
What kind of mobilization of people is needed in the “global village”?

Semoga dunia yang lebih baik dapat tercipta, karena itu tanggung jawab kita.

Book Signing with Jostein Gaarder @Gramedia Matraman 11 Oct 2011

@hws12102011

You Might Also Like

15 komentar

  1. :q
    Aku belum baca bukunya karena 'keder' dengan embel-embel filsafatnya. Aku khawatir entar tersesat sendiri di dalam belantara pertanyaan ;) Tapi setelah denger temu wicara kemarin aku jadi tertarik mo baca buku ini.
    Ehm... komentar ga penting... itu ibu yang sama dengan yang datang kemarin ato bukan? Kok perasaanku beda ya... yang kemarin cantik deh...

    BalasHapus
  2. Cieeh...ada foto bareng om Gaarder, suit..suit..!

    "berfilsafat berarti belajar memberi makna" >> yup, setuju banget. Membaca Dunia Sophie membuat aku mulai memberikan makna dari hidupku yang lebih dari hanya "sekedar hidup". Thanks to Jostein Gaarder!

    BalasHapus
  3. Muantap bang Epi :) skrg sudah muncul kemauanku baca Dunia Sophie..semangatttt *menyemangati diri sendiri*

    @ mbak dina: yg kmrn itu orang kedutaan klo ga salah..aku kirain pertama2 juga istrinya tahunya bukan :)

    BalasHapus
  4. @dina: hehehe..si ibu gaun biru kemarin aku ambil fotonya juga secara candid, hihii

    @fanda: Thanks to Jostein, thanks to Penerjemah, ibu Rahmani Astuti :a

    BalasHapus
  5. @zia: bacanya pelan-pelan zi. Jangan kalap #loh. Nanti kalau udah selesai baca DunSop, akan aku kasih ebook sejarah filsafat. Keren deh :a

    BalasHapus
  6. waktu baca buku ini sempat tertunda lama, baca lagi sempat tersendat sampai dapat 'feel'nya baru lancar bacanya - :D

    BalasHapus
  7. @nanny: iyah...tapi kalau baca buku "Maya", aku masih belum paham euy.

    BalasHapus
  8. Sa... saya selalu mengantuk kalo baca buku filsafat. oTL

    BalasHapus
  9. karena itu coba bacanya novel filsafat aja :k

    BalasHapus
  10. ya novel filsafat spt punya Paulo Choelho :)

    BalasHapus
  11. Jiaaaahhh ada foto bareng Om Jostein nya, hehehe.. Jadi pengen baca ulang, udah lama banget bacanya dan mulai lupa apa isinya, wkwkwk *maklum lemah ingatan*

    BalasHapus
  12. @ceu nanny: ho..iya..udah lama nih nggak baca bukunya paulo coelho ceu :a

    @annisa: ugh..aku juga udah lupa, padahal baru selesai baca juli kemarin, udah kakek-kakek sih :o

    BalasHapus
  13. Penasaran pengen baca buku ini, tapi banyak temen2 yang bilang buku ini susah buat dipahami dan juga ada yg sama sekali tidak menikmati, jadi ragu buat baca. Tapi sayang kalau sampai tidak dibaca buku ini ya ^^ makasih reviewnya ya kak, dan selamat ya asyik banget bisa bertemu penulisnya langsung dan bersalaman ! :D

    BalasHapus
  14. Resensinya lengkap banget. Jadi pengen juga rasanya diajar filsafat yang menarik oleh Jostein Gaarder lewat buku ini walau embel2 filsafatnya agak bikin paranoid duluan >.<

    BalasHapus
  15. Masih pengen baca buku ini >.<

    Tapi takut keberatan XD

    BalasHapus