Gajah Sang Penyihir (The Magicians Elephant)

Senin, November 21, 2011

Judul: The Magicians Elephant
Judul asli: Gajah Sang Penyihir
Penulis: Kate di Camillo
Illustrator: Yoko Tanaka
Alih Bahasa: Dini Pandia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009
Tebal: 152 hlm
ISBN: 9789792249439

Novel ini bercerita tentang seorang anak yatim piatu bernama Peter Augustus Duchene yang tinggal bersama seorang tentara tua yang bernama Vilna Lutz. Mereka tinggal di kota Baltes. Suatu ketika, seorang peramal datang ke kota itu dan Peter tertarik mendatanginya sebab ia ingin sekali mengetahui apakah adiknya, Adele masih hidup. Berbekal uang satu florit, ia menanyakan kepada peramal tersebut, dan ia mendapat jawaban bahwa adiknya, Adele masih hidup dan akan dipertemukan oleh seekor gajah.

Di kota yang sama sedang ada pertunjukan di gedung opera. Seorang penyihir yang reputasinya sedang memudar berusaha menunjukkan performanya. Dengan mengucapkan sebuah mantra, ia bermaksud mengeluarkan sebuket lili. Namun, entah karena masalah apa, bukan sebuket lili yang dikeluarkan, melainkan seekor gajah yang tiba-tiba jatuh dari atap gedung opera dan menimpa seorang pengunjung yaitu Madam Bettine LaVaugn. Hal itu berakibat fatal. Kaki Madam Bettine menjadi lumpuh dan ia harus dinaikkan ke kursi roda. Penyihir dan gajah tersebut akhirPolisinya dipenjara.

Polisi dibuat bingung dengan kasus ini. Awalnya si penyihir diminta lagi untuk mengucapkan mantranya agar gajahnya pergi, namun tidak terjadi apa-apa. Seorang polisi muda bernama Leo Matienne berpikir keras tentang hal ganjil tersebut. Ia bertanya-tanya darimana asal gajah itu dan apa hubungannya dengan Kota Baltes. Ia berpendapat pada atasannya bahwa gajah tersebut tidak bersalah dan tidak sepantasnya dipenjara. Ia berargumentasi bahwa si Gajah tidak meminta dirinya dijatuhkan, sama seperti batu yang dilempar orang. Batu 'pasrah' pada kekuatan yang membuat dirinya terlempar.


Di apartemen Polonaise milik tentara tua itu, Peter hidup dengan suasana memprihatinkan. Dengan keuangan yang terbatas dan Vilna yang sakit-sakitan, ia merasakan kasih sayang yang hilang. Pada suatu ingatannya ketika kecil, ia menggendong adiknya, Adele sebelum ibunya meninggal. Ia diberi perintah oleh ibunya untuk menjaga dan merawat adiknya. Peter tidak dapat mengingat kapan ia dan adiknya berpisah, namun keyakinannya mengatakan bahwa Adele masih hidup. Dan ketika ia menanyakan pada peramal, ia yakin adiknya masih hidup. Namun, yang meragukan adalah jawaban dari Vilna yang mengatakan adiknya sudah mati. Ia ragu dan menimbang-nimbang siapakah dari antara Vilna dan peramal yang berbohong.

Meskipun novel ini ditujukan untuk anak-anak, ada juga pesan-pesan bagi orang dewasa. Seolah kita menggampangkan kisah dongeng hanyalah pengantar tidur. Sekali-kali kitapun tidak dapat menganggap sepele suatu cerita, mari kita lihat apa yang dapat kita petik dari cerita ini:

1. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu. Pertanyaan Peter pada peramal muncul dari rasa penasaran yang tinggi, terlebih karena ia merasakan ada sesuatu yang hilang dari dirinya, yaitu bahwa ia pernah merasakan memiliki seorang adik. Dari rasa rindu dan bercampur rasa ingin tahu membuatnya 'mengorbankan' satu florit yang dipercayakan Vilna kepadanya.

2. Buka peluang dan terus berusaha. Ucapan bijaksana Leo Matiene kepada istrinya Gloria, yang mengatakan Memangnya siapa kita, sehingga tahu maksud Tuhan? Kita sering sekali 'menunjukkan' bentuk empati atau bentuk penghiburan atau menanggapi suatu keadaan dengan mengeluarkan kalimat seperti "mungkin ini maksud Tuhan agar........." Tuhan tidak butuh seorang interpretator untuk menjelaskan maksudnya. Mungkin memang kita tidak butuh penjelasan, karena yang mendesak adalah aksi nyata. Toh bahkan suatu kemengertian baru dipahami setelah kita berdiam tanpa perlu ada yang menjelaskan.

3. Mengampuni. Tindakan yang ditunjukkan oleh Madame Bettine patut diteladani. Ia mencabut tuntutannya pada si penyihir, dan ia tidak membiarkan dirinya terbebani oleh suatu keadaan yang membuatnya lumpuh. Dengan mengampuni, ia membuka dirinya menjadi saluran kasih sayang. Dalam cerita ini, ia menunjukkan kasih sayangnya dengan memeluk Adele yang kedinginan. Ia tidak berfokus pada kakinya kondisi rill yang harus diselamatkan.

4. Mengubah dunia. Mengubah keadaan diawali dengan mengubah pemahaman. Dan mengubah pemahaman didahului oleh memunculkan pertanyaan. Dalam novel ini Kate memberikan tiga pertanyaan: Bagaimana kalau? Kenapa tidak? Mungkinkah? Inilah jembatan awal mengubah dunia. Mungkin bagi orang yang memiliki cita-cita mengubah dunia, budayakanlah mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan. Karena dunia yang berubah ada di pertanyaan-pertanyaan.

Di dalam novel ini Yoko Tanaka turut melengkapi penceritaan Kate dengan ilustrasi yang menawan. Ia dikontak oleh agennya untuk membuat ilustrasi buku Kate DiCamillo ini, padahal ia sendiri belum pernah berkenalan atau membaca buku tulisan Kate.  Dengan ilustrasi yang dibuat Kate, cerita Peter dan tokoh-tokoh lain seolah hidup. Seperti ilustrasi berikut, ketika Peter pertama kali dalam hidupnya makan semangkok sup yang sangat enak di rumah Leo dan istrinya, Gloria. Seperti buku Kate lainnya, buku ini juga dipakai untuk sarana pengajaran bagi anak-anak di Amerika. Ada bahan ajar, bahan aktivitas maupun bahan diskusi yang dapat digunakan untuk mengajar anak-anak. Suatu cara yang mungkin dapat ditiru oleh para pendidik  anak di Indonesia, yaitu melengkapi suatu cerita dengan bahan pengajaran yang memadai.

@hws21112011

You Might Also Like

16 komentar

  1. karangannya Kate emang bagus2 :a
    aku baru baca yg The Miraculous Journey of Edward...., indaaaahhhh banget ceritanya.
    ilustrasinya juga :q

    BalasHapus
  2. Setelah baca Edward Tulane, aku pikir buku ini juga bakal sekeren The Miraculous Journey of Edward. Tapi nggak seperti yang kuharapkan

    BalasHapus
  3. aku blm pernah baca satu pun bukunya kate. dari dulu pengen baca the miraculous journey of edward tapi blm pnya juga hehehee

    BalasHapus
  4. klo buku kate dicamillo aku baru baca yang the tiger rising... yng ini blum sempat dibaca, jadi penasaran baca ripiunya

    BalasHapus
  5. wah pada udah pernah baca Edward dan Tiger Rising yah...nanti deh dicari lagi.
    Buku ini juga kebetulan pas nemu di Gramed Lampung dan sudah aku kasih ke teman.

    Mudah2an ntar ketemu judul yang teman-teman pernah baca :a

    BalasHapus
  6. Ilustrasi buku gajah ini memang bagus sekaligus terkesan 'gelap', sesuai dengan ceritanya, suram tapi indah di saat yang bersamaan.

    Ayo mari memburu buku Tracy Chevalier dan Kate, bang Helvry :D

    BalasHapus
  7. wow, aku pengagum karya-karya Kate. Bahasanya puitis dan dalam. Aku juga pernah bikin resensi untuk keempat bukunya. Semua karya Beliau keren-keren. Btw, review-nya mantap. Thanks ya

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. @enggar: trimakasih atas kunjungannya yaah :a

    Beliau Kate ini hebatnya bukunya lengkap dengan bahan-bahan ajar untuk siswa, saya salut disitunya. Ditambah lagi kutipan-kutipannya memberi inspirasi.

    BalasHapus
  10. @ Mbak Mia: wuah, penggemar Tracy juga ? sama dong Mbak, aku suka kedua penulis tsb :a

    Helvry: akhirnya aku dpt buku ini di obralan supermarket 'perempatan jalan' :c

    BalasHapus
  11. aku suka buku ini =) gelap tapi nggak suram2 banget. ilustrasinya keren =)

    BalasHapus
  12. Barusan dapet buku ini. gak baca review dulu ah, ntar spoiler, hehe...

    BalasHapus
  13. Kata-kata yang paling kuingat dari buku ini:

    "It is important that you say what you mean to say. Time is too short. You must speak words that matter."

    Kelam, indah, dan menggugah :)

    BalasHapus
  14. Biar nggak lupa
    yang komen di atas adalah @sastrapertala a.k.a Meilia

    :c :c

    BalasHapus
  15. hehehe.. gitu yaa.. :o

    BalasHapus