The Road: Jalan

Jumat, November 11, 2011

The Road: Jalan
Penulis: Cormac McCarthy,
Penerjemah: Sonya Sondakh
Editor: Sapardi Djoko Damono
Ilustrator: Satya Utama Jadi
Tebal: 260 halaman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama 2009 by (pertama kali diterbitkan 26 September 2006)
ISBN: 9789792243161

Perjalanan dua orang laki-laki. Seorang ayah dengan putranya. Mereka berdua tidak bernama, pekerjaan mereka hanya berjalan dengan sekeranjang troli dan ransel. Perjalanan mereka menuju Selatan. Tidak diketahui darimana mereka berasal dan hendak kemana tempat yang mereka ingin tuju. Mereka hanya berjalan membawa barang-barang keperluan mereka dalam ransel dan sebuah troli. Sebuah pistol turut menemani perjalanan mereka. Bukan sebagai alat pertahanan diri, melainkan sebagai alat pemercepat hidup mereka di dunia jika bertemu dengan manusia lain yang ingin 'memangsa' mereka.

Sang ayah digambarkan sebagai orang yang sangat melindungi putranya, sangat memerhatikan bila ada bahaya yang mengancam. Wajahnya dalam cahaya redup bergaris-garis hitam akibat hujan, layaknya aktor zaman lampau (h.14). Terkadang sang ayah begitu kasar memperingatkan si anak agar tidak bermain-main sembarangan. Si anak digambarkan sebagai anak yang yang lugu, ia tidak punya kecurigaan yang berlebihan pada orang asing, tindakannya sering membuat cemas ayahnya. Ayahnya merasa paling mengerti apa yang terbaik harus dilakukan oleh anaknya.

Suasana tempat yang mereka lalui dinamakan masa apokaliptik. Apocalyptic, menurut Encarta Dictionaries adalah sebagai berikut.
a·poc·a·lyp·tic [ə pòkə líptik]
adjective
1. predicting disaster: warning about a disastrous future or outcome
an apocalyptic scenario of global warming
2. involving destruction: involving widespread destruction and devastation
3. bible relating to Apocalypse: relating to the events in the Book of Revelation in the Bible.


Suasana perjalanan mereka ke Selatan digambarkan bahwa alam yang mereka dapati sudah rusak, orang-orang membunuh sesamanya:
1. hamparan bukit tandus, debu-debu beterbangan, jejak matahari samar-samar bergerak tak terlihat di balik kegelapan akibat asap (h.17)
2. di sisi bukit tanaman tua dan rebah. Pohon-pohon di tepi lereng tampak buruk dan hitam dalam hujan (h.23)
3. Pagar tanaman di sisi jalan sudah berubah menjadi deretan semak berduri hitam dan berantakan. Tak ada tanda kehidupan (h.24)
4. Orang mati yang dijadikan mumi dimana-mana. Daging yang menempel pada tulang belulang, ikatan sendi tulang yang mengering untuk ditarik dan diregangkan seperti kabel (h.26).

Mengapa hanya mereka berdua? kemana istri atau ibu mereka? Sebuah percakapan antara laki-laki itu dengan istrinya, dimana terjadi perbedaan prinsip yang mengakibatkan istrinya meninggalkan laki-laki itu dan putra mereka untuk membunuh dirinya sendiri.
Aku tak bisa bertahan sendirian.
Kalau begitu, jangan. Aku tak bisa menolongmu. Orang bilang perempuan memimpikan bahaya pada orang-orang yang disayanginya dan laki-laki memimpikan bahaya pada dirinya sendiri. Tapi aku sama sekali tidak bermimpi. Kau bilang aku tidak bisa? Kalau begitu jangan lakukan. Itu saja. Karena aku sudah jenuh dengan hati pelacurku sendiri dan aku sudah merasakan itu lama sekali. Kau bicara tentang mengambil keputusan, tapi tak ada keputusan yang diambil...Orang yang tak punya siapa-siapa hendaklah membuat wujud sederhana dari batu. Embuskan napas kehidupan ke dalamnya dan bujuk dia dengan kata-kata cinta.


Di keadaan yang tidak menguntungkan tersebut, laki-laki dan putranya menyusuri jalan. Di tengah cuaca dingin yang tak menentu, mereka membutuhkan selimut dan jaket. Di tengah kelaparan, mereka membutuhkan makanan. Di tengah keterbatasan persediaan makanan, mereka bertemu dengan orang-orang yang juga kelaparan. Di tengah malam gelap dingin, mereka membutuhkan api yang menerangi dan menghangatkan. Di tengah bahaya, mereka harus beristirahat namun harus tetap waspada. Di tengah kebuntuan dan buta arah tujuan, mereka memecahkannya dengan berbicara saling menguatkan.

Sebuah pengalaman masa lalu yang pahit. Dimana laki-laki tersebut dibayang-bayangi akan suatu tuntutan tanggung jawab yang tidak dilakukannya-yang menyebabkan istrinya bunuh diri- Laki-laki itu merasa bahwa tanggung jawabnya adalah menjaga keberlangsungan hidupnya dan terlebih putranya. Baginya, kehidupan keras yang mendera akan dapat dilalui jika ada perjuangan di dalamnya. Mungkin sebuah ciptaan tidak mampu mengubah takdir, namun ciptaan tersebut dapat membuat kehidupan lebih baik dengan memaknai bahwa kehidupan tersebut tidak sendiri. Ada sesuatu yang harus diperjuangkan.

Boleh tanya sesuatu?
Ya. Tentu saja boleh
Apa yang Papa lakukan bila aku mati?
Jika kau mati, aku ingin mati juga
Supaya Papa bisa bersamaku?
Ya. Supaya Papa bisa bersamamu.
Oke
(h.14)

Mengapa orang dapat berubah? mengapa manusia seharusnya berubah? sebuah kutipan mengatakan Saying people can’t change is the same as saying people can’t learn. Seseorang dapat berubah dapat dimaknai karena ada pembelajaran di dalamnya. Perjalanan laki-laki tersebut dengan putranya adalah perjalanan berbagi hidup dan membangkitkan empati, entahkah hal itu karena dengan anaknya sendiri?
Mereka duduk berdampingan dan makan sekaleng pir. Lalu mereka makan sekaleng persik. Mereka menjilat sendok-sendok dan menumpahkan ke mangkuk dan minum sirup manis yang lezat dari kaleng itu. Mereka saling memandang.
Satu lagi.
Aku tak mau kau jadi sakit.
Aku takkan sakit.
Kau sudah lama tak makan.
Aku tahu.
Oke. (h.131)
Aku ingin ketemu dia, Papa.
Tak ada siapa-siapa untuk dilihat. Kau ingin mati? Itu maumu?
Aku tak peduli, kata anak itu, terisak. Aku tak peduli
Laki-laki itu berhenti, Ia berhenti dan berjongkok dan memeluknya. Maaf, katanya, Jangan bilang begitu, Kau tak boleh bilang begitu. (h.81)

Orang itu belum pergi, kata anak itu. Ia menengadah. Wajahnya bergaris-garis hitam. Belum.
Kau mau apa?
Tolong dia, Papa. Tolong saja dia.
Laki-laki itu melihat ke belakang ke jalan tadi.
Ia hanya lapar, Papa. Ia sekarat.
Bagaimanapun juga ia akan mati.
Ia sangat ketakutan, Papa.
Laki-laki itu berjongkok dan memandangnya. Aku takut, katanya. Mengerti? Aku takut.
Anak itu tidak menjawab. Ia duduk saja disana dengan kepala tertunduk, terisak-isak
Kau bukan satu-satunya yang harus khawatir tentang segala hal.
Anak itu mengatakan sesuatu tapi ia tidak bisa memahaminya. Apa? kata laki-laki itu.
Ia mendongak, wajahnya basah dan berdaki. Ya aku, katanya. Akulah yang khawatir tentang segala hal. (h.236)

Mccarthy menekankan bahwa di tengah kesulitan pun, bahwa terus berusaha sampai kekuatan melemah tak berdaya. Kepuasan hidup terletak pada menaklukkan kesulitan dengan tidak menyerah.
Oke. Inilah yang dilakukan orang baik-baik. Mereka terus mencoba. Mereka tak menyerah.
Oke. (h.127)

Anak itu berpaling. Laki-laki itu memeluknya. Dengarkan aku, katanya.
Apa.
Ketika mimpi-mimpimu adalah dunia yang tak pernah ada atau dunia yang tidak akan pernah ada dan kau gembira lagi, maka kau akan menyerah. Paham? Dan kau tak boleh menyerah. Tak kubiarkan (h.174).

Apa yang dapat kita jadikan bahan kontemplasi dari cerita The Road ini? terlepas dari kritik yang mengatakan bahwa ditulis dengan tidak baik (minim ekspresi tanda baca, monoton) kita dapat menarik pelajaran: Pertama, bahwa kita hadir di tengah-tengah dunia yang sekarang tidak kondusif. Banyak diantara manusia yang tidak peduli pada sesama dan lingkungannya. Sebagai makhluk bumi, kita seharusnya berusaha menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman, sebab hal itu adalah tanggung jawab kita tanggung jawab kita selaku pewaris bumi. Kedua, Orang dewasa sesungguhnya belum tentu memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Seringkali kesetiakawanan dan empati justru dimiliki oleh anak-anak. Justru merekalah yang berbahagia, dan orang dewasa tidak perlu menganggap dirinya lebih daripada seorang anak-anak. Ketiga, bahwa ada sesuatu yang ingin dicapai dalam dunia ini, janganlah menyerah sebelum berusaha. Pejuang yang tangguh adalah orang yang menyadari bahwa segala kerja keras yang dilakukannya adalah suatu bentuk pilihan untuk membuat hidup menjadi lebih baik.

Cormac McCarthy lahir di Rhode Island 20 Juli 1933. Nama aslinya adalah Charles Mccarthy (dari nama ayahnya, Charles Joseph). Ia mengubah namanya menjadi Cormac setelah adanya Irish King. Novel pertamanya adalah Orchard Keeper yang diterbitkan pada tahun 1965. Novel ini mendapat penghargaan Faulkner prize pada tahun 1965. Novel The Road sendiri mendapat Pulitzer Award pada tahun 2007 dan sudah diadaptasi ke film pada tahun 2009 dengan judul yang sama. Cormac McCarthy termasuk orang yang sulit ditemukan, baik itu di kalangan para penulis, festival buku, festival pembaca, maupun pertemuan para novelis.Latar belakang penulisan novel ini adalah hubungan yang begitu mendalam antara Cormac dengan putranya, John yang berumur saat itu 11 tahun (John adalah anak dari istri ketiga Cormac, yaitu Jennifer). Bagi Cormac, anak itu seperti 'kontrak' dengan Tuhan. Karena itu ia sangat melindungi putranya dan mempersiapkannya agar dapat kelak berjalan sendiri. Ucapan yang bagus dari Cormac saya kutip disini: "If he (the son) is not the word of God, God never spoke." Dan mungkin, royalti dari penerbitan novel dan film The Road ini adalah "The Road" itu sendiri bagi sang ayah untuk menyiapkan bagi putranya agar dapat kelak mandiri.

@hws11112011

You Might Also Like

21 komentar

  1. OMG! suram nian ni buku, tapi aku udah niat baca ni buku, coz pengen nonton filmnya. Udah nonton blum?

    BalasHapus
  2. aku udah nonton filmnya,
    malah menurutku imajinasinya lebih mantap disajikan dalam film. :a

    BalasHapus
  3. baru kemaren nonton filmnya :) masih ga yakin kpn mo baca bukunya, suraman mana bang epi, buku pa film?

    BalasHapus
  4. absurd.... ga pusing gitu bacanya?? hehehe

    BalasHapus
  5. @kak mute: keknya lebih enak nonton filmnya..kalau baca novelnya ini, agak stress...:j

    BalasHapus
  6. @ratih: pusing sih..tapi kalau dibaca pelan-pelan baru agak terasa jalan ceritanya. Mungkin kita perlu juga baca sumber-sumber lain yang mengulas Novel The Road ini, sebab kalau kita yang terbiasa dengan sebuah akhir jalan cerita, di novel ini tidak didapatkan seperti itu.

    BalasHapus
  7. wahhh buku ini masih tertimbun dengan manis di rumah =p kayaknya butuh mood yang pas nih buat baca buku kelam kayak gini =D(alasan)

    BalasHapus
  8. @astrid: iyah mbak..mood harus bagus kalau mau baca dan mood superbagus kalau mau bikin reviunya :c :c

    BalasHapus
  9. Sama dengan astrid, buku ini juga masih tertimbun manis di rumah.. Yak yak yak.. Mari dibaca..

    BalasHapus
  10. Hmm...kayaknya lebih asyik baca reviewmu daripada baca bukunya deh.. *jelas2 alesan*

    BalasHapus
  11. @annisa: Yuuk silakan dibaca, aku tunggu reviewnya :)

    BalasHapus
  12. @mbak Fanda: hahaha...memang suatu perjuangan membaca dan menulis review ini mbak. Ini juga dalam proses pengerjaan review The Virgin Blue, mudah-mudahan besok bisa tayang :c

    BalasHapus
  13. sudah mulai baca ini tapi gak maju-maju :(

    BalasHapus
  14. @Althesia: doooh..kalau nggak maju-maju, mending ditinggalin aja..kalau mood udah waras baru sambungin lagi. Jangan berhenti kalau sudah baca :c

    BalasHapus
  15. eh, aku suka banget baca buku ini. Malah belum sempet nonton pilmnya. --"

    BalasHapus
  16. @alvina: wah.,br kali ini dirimu yg blg suka baca buku ini diantara yg pernah baca.hehehe

    BalasHapus
  17. Ahhh buku favorite aku :D
    emang bener, enakan nonton filmnya. lebih kerasa suramnya. Apalagi papa Viggo yang main *eh siapa gw manggil papa* :P

    tapi endingnya nyesek ya :'(

    BalasHapus
  18. @Momo: iyaaah endingnya nyesek banget..terasa banget kesendiriannya, juara deh itu pilem.

    BalasHapus
  19. Buku ini unik banget. Seperti "Lampuki" buatan Arafat Nur. Sama sekali gak ada dialog dalam tanda petik seperti di novel2 biasa. Begitupun nama karakter, nggak ada sama sekali. :)

    Novel ini ada filmnya lho, judulnya sama. Bagus banget, dapet rating tinggi di imdb.com. Pemerannya Viggo Mortensen. :) Ini trailer filmnya.

    Saya pun mengalami kisah yang unik dengan buku ini. Jadi, saya sudah punya buku ini sejak tahun 2009. Saya beli, tapi gak langsung saya baca. Saya telantarkan. Nah, tahun 2011, saya nonton film-nya. Waktu itu saya masih melupakan bukunya. Baru setelah saya ubek2 lemari buku lama di rumah saya, saya ingat bahwa ternyata saya punya bukunya duluan. :D

    BalasHapus
  20. @Asop: wah..kalau cerita tentang bukunya udah ngendap selama lebih setahun, samaan kita mas :c

    makasih sudah berkunjung :a

    BalasHapus
  21. keren banget! Jadi semakin pengen baca bukunya >.<

    BalasHapus