Cerita Cinta Enrico

Selasa, Desember 11, 2012


Novel tiga bab ini sangat menarik untuk dibaca sebagai bahan permenungan maupun sebagai bahan referensi sejarah. Ayu Utami mengemas peristiwa PRRI?Permesta yang dilancarkan oleh...di Sumatra Barat, Saksi Yehuwa, serta turunnya Soeharto dalam kisah yang dibawakan oleh Enrico. Enrico adalah tokoh utama novel ini. Ia menceritakan hidupnya dari mulai masa kecil hingga ia berusia lima puluhan.

Enrico membuka kisahnya dengan menceritakan kisah ibunya terlebih dahulu. Ibunya bernama Syrnie Masmirah dan ayahnya bernama Muhamad Irsad. Syrnie menginginkan anaknya diberi nama Enrico. Namun perihal nama itu dinilai ayahnya adalah nama yang kebarat-baratan. Akhirnya, Enrico diasimilasi menjadi Prasetya Riksa.Ibunya Enrico adalah perempuan yang berasal dari keluarga mampu dan berpendidikan tinggi. Hal itu digambarkan dalam kalimat seperti ini: Ibuku bisa membaca bahasa Jerman dan Inggris, bisa menunggang kuda, bermain polo, tenis, mengetik, mencatat dengan steno, bermain akordeon, membaca koran dan buku-buku tebal (h.5). Namun, akibat menikah dengan suaminya yang tentara, ibunya Enrico meninggalkan semuanya itu. Bersama dengan suaminya, ibu Enrico memasuki medan yang sama sekali tidak nyaman, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ibu Enrico bersedia mengubah kemapanannya dengan menjual telur ayam.


Cerita Cinta Enrico
Penulis: Ayu Utami
Gambar sampul: Ayu Utami
Tataletak sampul: Wendie Artswenda
Tataletak isi: Wendie Artswenda
Tebal: vii + 244 hlm
Penerbit: KPG, Februari 2012
ISBN: 978-979-91-0413-7


Cerita selanjutnya adalah bagaimana Enrico besar, sekolah, kuliah, dan menjadi seorang suami. Secara umum simpel. Tetapi Ayu Utami dengan lihai menempatkan potongan-potongan cerita pada tahapan perkembangan usia Enrico. Porsi yang paling banyak dalam masa hidup Enrico, tentu saja ketika ia dewasa. Dan sepertinya Ayu Utami juga memasukkan ide-ide bahwa kebebasan memilih, agama, seks, adalah hak mendasar tiap manusia.

Menurut saya, tema yang paling fundamen yang diusung oleh Ayu Utami adalah kebebasan memilih. Ada berbagai pilihan dalam hidup, baik yang sudah dipersepsikan maupun yang belum. Ayu Utami tampaknya ingin mengulas betapa pentingnya memilih untuk berubah memiliki konsekwensi yang cukup berat. Lewat kehidupan Enrico, kita seolah memahami kembali apa definisi sukses, apakah masih sukses masih relevan seperti seperti: apakah lulus dari perguruan tinggi? apakah segera menikah punya anak dan hidup bahagia selamanya? apakah punya rumah dan hidup dengan berkecukupan? apakah berhasil dalam karir dan percintaan?

Dari antara pilihan-pilihan sukses diatas, tampaknya Enrico memilih untuk tidak memilih, baginya hidup bebas adalah sebuah pilihan bahagia. Lepas dari tuntutan dan terkesan tidak mau ikut dalam komitmen dan tanggung jawab. Hal ini terlihat dari pernyataannya bahwa ia memilih menjadi seorang freelancer sekaligus memilih untuk tidak menggadaikan kebebasan hidupnya demi status sosial semacam perkawinan dan tanda-tanda kemapanan lainnya (h.158) Dan ini juga yang dilakukan ayah Enrico, ia memilih untuk bahagia bahagia melihat istrinya bahagia, dengan menyediakan dirinya untuk dibaptis Saksi Yehuwa.

 Dua puluh tahun silam aku pernah menjanjikan kisah sukses tentang putra daerah yang merantau untuk belajar di perguruan tinggi terbaik negeri ini. Kini ceritaku bukan sukses-sukses amat. Aku tidak menjadi insinyur, melainkan fotografer. Aku tidak menjadi bos, melainkan freelancer (h.158)


Dalam kutipan-kutipannya yang 'disuarahatikan' oleh Enrico, ia mengenalkan identitas keperempuanan yang tangguh, jujur dan setia:

(Enrico): Aku siap mati. Tapi aku tidak membayangkan bahwa para mahasiswi siap mati tak hanya untuk cita-cita luhur, tetapi juga untuk melindungi kami, teman-temannya. Aku selalu merasa bahwa perempuan sering jauh lebih tangguh daripada laki-laki. Dan mereka memikirkan kehidupan, bukan kegagahan. Kami para lelaki, sering melakukan sesuatu demi kegagahan. Tapi kaum perempuan berbuat demi kehidupan. Lelaki sering berbuat untuk egonya sendiri, sedang perempuan berbiat untuk orang lain. Tiba-tiba aku teringat Sanda, kakakku yang menyelamatkan aku dari serangngan ayam hitam pemakan anak kecil. (h.135)

Sebagai pedagang telur, ibuku tak pernah menahan telur untuk menjelang Lebaran, dimana harga akan jadi tinggi dan aku akan untung banyak. Ia marah besar ketika tahu aku menumpuk ribuan telur di kamar menjelang Lebaran. Ia melarangku berbut begitu lagi. Itu tidak benar, katanya. Dan soal kesetiakawanan, jangan tanya lagi. Ibuku tidak datang ketika dijemput pasukan Yani dalam Operasi Bayi Gerilya. Ia memilih kehilangan seperempat puting susunya demi kesetiaanya pada Ayah. (h.145)

Berkaitan dengan pemilihan agama, ini sering kali menjadi persoalan. Persoalan karena pada umumnya orang-orang (di Indonesia) lebih mencari perbedaan dibandingkan persamaannya. Akibatnya muncul suatu perselisihan dimana tercipta kelompok "mereka" dan "kita". Padahal, bila menelisik esensinya, maka semua ajaran agama akan mengajarkan untuk mengasihi dan menghormati sesama manusia.

Berkaitan dengan seks, Ayu Utami berani mengutarakan ide-idenya. Pemahaman yang mendasar bahwa seks adalah cara untuk meneruskan keturunan oleh makhluk yang menyusui. Dalam sebuah diskusi, antara Enrico dan A, mereka membahas bagaimana memandang seks, apakah sebuah dosa atau tidak. Adanya dua pandangan pemikir, Freud dan Agustinus turut memperkaya wawasan kita akan cara pandang terhadap seks dan dosa. Hal itu dapat menjadi debat tak berkesudahan bagi yang berpihak pada satu sudut pandang. Namun, bila dikembalikan pada Hukum Sebab-Akibat, seharusnya tiap manusia menyadari sepenuhnya bahwa setiap perbuatan memiliki konsekwensi logis. Hal itu kembali lagi pada pilihan masing-masing dan menimbang-nimbang risikonya.

Freud dan psikoanalisa adalah kritik atas rasionalisme. Kritik terhadap kepercayaan bahwa manusia selalu bisa mengambil keputusan jernih dan sadar. Psikoanalisa menunjukkan adanya sisi gelap bawah sadar manusia yang sangat mempengaruhi tindakan manusia. Begitu juga, Agustinus dan dosa asal adalah adalah kritik terhadap kepercayaan bahwa manusia bisa mencapai keselamatan hanya dengan keputusan sadarnya dan usahanya sendiri. Manusia membutuhkan belaskasih Tuhan dan juru selamat (h.208)
Berkaitan dengan pesan feminis, Ayu Utami sepertinya tetap menyuarakan bahwa perempuan bukanlah makhluk lemah, yang selama ini (mungkin) mendapat tekanan dari keluarga dan masyarakat untuk menikah. Dan jika memang tujuan dari menikah adalah saling membahagiakan dan membangun, Ayu mempertanyakan mengapa negara merasa ikut berkepentingan akan siapa kepala rumah tangga rakyatnya. Pun jika kepala keluarga memanglah laki-laki, mengapa seperti ada pembiaran akan pengabaian hak-hak perempuan? Harus ada pembebasan dari itu. Ia tidak setuju bahwa suami adalah pemimpin istri. Hukum perkawinan Indoneisa menjadikan suami kepala keluarga, dan ia tak mau hal itu. Itu bukan urusan negara. (h.198)

Ada beberapa peristiwa sejarah yang ikut mewarnai novel ini. Diantaranya adalah peristiwa PRRI di Sumatra Barat Tahun 1958, Normalisasi Kehidupan Kampus di akhir tahun 1970-an, peristiwa kiamat tahun 1975 oleh saksi Yehuwa, maupun asal muasal nama Enrico. Saya mencoba menelusuri Saksi Yehuwa dan Enrico Caruso.

Saksi Yehuwa
Saksi Yehuwa adalah sebuah gerakan yang didirikan oleh Charles Taze Russell (16 February 1852 – 31 Oktober  1916), kelahiran Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika. Pada tahun 1881, ia mendirikan Komunitas Menara Pengawal (Watch Tower Society), dengan William Henry Conley sebagai presiden dan Russell sebagai sekretaris-bendahara, yang bertujuan menyebarkan traktat , makalah, risalah doktrin dan Alkitab. Peristilahan Saksi Yehuwa baru dipopulerkan oleh Joseph Franklin Rutherford-presiden kedua Saksi Yehuwa. Ia yang mempelopori penyebutan Saksi Yehuwa.

Ajaran bahwa pengikut Saksi Yehuwa tidak boleh menerima transfusi darah adalah ajaran dari Nathan Homer Knorr-Presiden ketiga Saksi Yehuwa

Dari situs resminya, mereka menuliskan seperti ini: Kami semua secara rutin membantu orang-orang untuk belajar Alkitab dan Kerajaan Allah. Karena kami bersaksi, atau berbicara, mengenai Allah Yehuwa dan Kerajaan-Nya, kami dikenal sebagai Saksi-Saksi Yehuwa.




Enrico dan Giachetti
Siapa Enrico Caruso?
Enrico Caruso adalah seorang penyanyi tenor asal Italia. Musikalitas Caruso didorong oleh ibunya, yang meninggal pada 1888. Untuk mengumpulkan uang untuk keluarganya, ia bekerja sebagai penyanyi jalanan di Napoli. Pada usia18 tahun, ia menggunakan penghasilan untuk membeli sepasang sepatu pertama baru. Sebelum pecah perang dunia, Enrico dekat dengan Ada Giachetti, seorang penyanyi Sopran asal Italia. Giacheti memberikan Enrico empat orang anak. Dua anak mereka meninggal saat bayi, yang selamat adalah Rodolfo Caruso (1898) dan Enrico Caruso, Jr. (1904). Disamping sebagai kekasihnya, Giacheti adalah pelatih vokal Enrico. Namun setelah hidup bersama selama 11 tahun, mereka berpisah, dan ia menikah dengan Dorothy Caruso. Prestasinya luar biasa. Ia tampil lebih 860 kali di New York dan lebih 290 rekaman dalam dua puluh tahun. FW Gaisberg (1944) menulis bahwa Caruso memiliki suara bariton yang kaya serta interpretasi seni yang bagus. Sir Compton Mackenzie (1924) menuliskan, bahwa kesalahan Enrico adalah: kelebihan energi, kelebihan emosi, dan kelebihan vitalitas. Dan Enrico menerima banyak penghargaan sehubungan dengan lagu klasik yang dibawakannya. Pada tahun 2012, sebuah majalah yang berisikan tulisan-tulisan musik klasik, Gramophone magazine, memasukkan  Enrico Caruso dalam Hall of Fame Gramophone 2012 dari kategori penyanyi. Ia meninggal dalam usia 48 tahun karena sakit.

Bukunya cukup ringan dibaca. Bila Anda pembaca buku-buku Ayu Utami seperti serial Bilangan Fu, maka buku ini jauh lebih mudah dicerna. Kalimat-kalimatnya mengalir enak, walau terkesan banyak kalimat yang diulang seperti (skip). Dan saya suka kutipan puitisnya, tentang sebuah senja, yang ditulis apik:

Gelap mengatupkan jubahnya menutupi langit kota,
menyingkapkan sedikit warna api di kakinya,
seperti sayup neraka.

 Namun, sepertinya kalimat ini masih menyisakan tanda tanda bagi saya, apa konteks dan maksudnya:

pada akhirnya adalah tiga hal ini: iman, harapan, dan kasih. Dan yang paling besar diantaranya adalah kasih

Biarlah, semoga suatu saat ketika mendapat jawabannya, akan saya update di sini :)

Jkt, 11 November 2012



You Might Also Like

16 komentar

  1. wah abang helvry detail banget bikin reviewnya
    aku udah baca nih
    katanya buku ini sebenernya cerita kehidupan suaminya dan sejarah kenapa seorang ayu utami akhirnya mau menikah

    BalasHapus
  2. Kutipan paling bawah itu dikutip langsung dari 1 Korintus 13:13.

    BalasHapus
  3. Memilih untuk tidak memilih.. prakteknya banyak yg ga berani utk tidak memilih karena berbagai faktor, hehe.

    BalasHapus
  4. well said bang! a very nice review... walau aku juga ga terlalu ngeh sama kutipan ayat itu.. tapi memang kutipan itu yang buat hati jadi damai saat dapet tekanan dari banyak orang.. ihiihihi :p

    BalasHapus
  5. @selviana: trimakasih :a
    iya...ini novel biografi suaminya Ayu Utami

    BalasHapus
  6. @scriptozoid: betul mas, cuman aku masih belum tahu konteks Paulus mengucapkan hal ini.

    BalasHapus
  7. @oky: Faktor-faktornya itulah harusnya didiskusikan. Karena seringkali faktor2 itu tidak dapat dipahami masyarakat karena tak pernah didialogkan.

    BalasHapus
  8. @analis asih: dibookmark atuh kutipannya, siapa tahu bisa dikasih ke orang lain juga :a

    BalasHapus
  9. iyah abang..sudah sempat diberikan kepada seseorang beberapa waktu lalu.. dan dia menjadi terdiam.. semoga juga ndak salah dalam memaknai nya.. :D

    BalasHapus
  10. @AA: wah menjadi terdiam... indikasinya bisa macam-macam tuh. Pertama, merenungi dan membiarkannya masuk ke lubuk hati. Kedua, tambah eneg dinasehatin. Ketiga, ya memang lagi pengen diam ajah :o :o

    BalasHapus
  11. LOL :)))) *jitak*

    BalasHapus
  12. selalu..selalu dan selalu...klo ngereview bikin pengen langsung baca..padahal aku blm pernah baca bukunya ayu utami..pinjemin dong bang

    BalasHapus
  13. @Esy: Hahaha..saya jadi kompor dong..boleh boleh..ntar kalau aku bawa, aku kabarin deh :a :a

    BalasHapus
  14. wah cuma 3 bab ya, jadinya tiap bab, panjang2 bang?

    BalasHapus
  15. @tezar: iya mas :a
    ada juga subbabnya..tapi aku sendiri nggak peduli sih dengan judul babnya. :o

    BalasHapus
  16. Buku-bukunya Mbak Ayu Utami selalu keren dibaca, CCE ini pernah ada di perpustakaan, bagus sih... nggak menye-menye kayak kebanyakkan buku lain, suka >w<

    BalasHapus