Life on the Refrigerator

Kamis, Oktober 24, 2013


Judul: Life on the Refrigerator
Kehidupan di Pintu Kulkas
Penulis: Alice Kuipers
Alih bahasa: Rosi L. Simamora
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-979-22-4173-0

Buku ini tidak sengaja saya temukan di toko buku Gramedia di Kuningan City, saat itu buku ini sedang 'terserak' dan saya memungutnya. Sudah lama saya mendengar tentang buku ini, dan suatu kebetulan ketika saya datang, buku ini tinggal satu-satunya dan akhirnya berpindah ke tangan saya seharga sepuluh ribu rupiah saja. (note: cover yang saya tampilkan bukan cover terbitan gramedia)

Alice Kuipers memulai debut pertamanya menulis novel Life on the Refrigerator pada tahun 2007. Ia adalah sarjana psikologi dari Manchester University dan menyelesaikan pendidikan masternya pada jurusan Writing Program Manchester Metropolitan University. Novel ini memenangkan penghargaan Saskatchewan First Book Award, the Sheffield Libraries Choice Award, dan the Grand Prix de Viarmes. Novel keduanya adalah The Worst Thing She Ever Did (2010). Novel ini memenangkan penghargaan Arthur Ellis Award, Best Juvenile/YA Crime Book 2011 and the OLA White Pine Official Selection 2011. Sedangkan novel ketiganya adalah 40 Things I Want To Tell You (2012) yang juga meraih penghargaan a Saskachewan Book Award for Young Adult Literature pada tahun 2013 dan sebagai Young Adult Honour Book pada Canadian Library Association di tahun 2013.

Setelah membacanya  (dengan relatif cepat), saya menyimpulkan bahwa ada tiga kata kunci dalam novel ini, yaitu kulkas, ibu, dan kehidupan. Saya akan coba membahasnya sesuai dengan apa yang saya alami.


Kulkas
Kulkas merupakan barang mewah setelah televisi di rumah kami. Saya ingat bagaimana proses pembeliannya. Saat itu kira-kira saya kelas 1 SMP. Saya dulu heran, mengapa ibu saya kepingin membeli kulkas, padahal kota tempat kami tinggal udaranya cukup dingin. Dalam benak saya agak aneh ide membeli kulkas, namun suatu hari sepulang sekolah saya melihat ada kotak besar. Setelah dibuka isinya kulkas, merk Samsung satu pintu. Saya ingat harganya saat itu sekitar 400-an ribu rupiah. Berhubung satu pintu yang tingginya sekitar 1,1 meter menjadi kurang ergonomis untuk dibuka-tutup. Karena itu, ayah saya memesan sebuah rak besi, agar kulkasnya dapat 'berdiri' lebih tinggi.

Pengalaman pertama punya kulkas punya cerita sendiri. Akhirnya kami membuat es sendiri dari bubur kacang hijau, sirup markisa, teh manis. Semuanya dicoba. Maklum dulu ibu melarang kami jajan es karena kata beliau air esnya kurang higienis, jadi kami diperbolehkan membuat es sendiri dengan kulkas baru tersebut. Ketika masa-masa gawat Aceh (1999), keluarga kami eksodus ke kota Medan. Kulkas yang dibeli ibu turut berpindah tempat bersama lemari-lemari dan tempat tidur. Di sana kulkas juga melakukan fungsinya, yaitu turut menyimpan makanan, menyediakan air dingin, dan sebagainya. 

Ibu
Seperti ibunya Claire yang menyuruh membeli keperluan makanan rumah tangga seperti susu, roti, teluar, buah, timun dan tomat, spageti (h.68), ibu saya biasanya membeli sayur, ikan, tahu, tempe, dan menyimpannya dalam kulkas. Ini 'rahasia' ibu yang saya tahu: ia lebih suka mencuci pakaian dua ember sekalipun dibanding dengan memasak :)
Satu cerita yang masih teringat di benak saya adalah ketika acara natal di gereja. Saat itu kami (saya dan adik saya) diminta untuk mengenakan pakaian putih-hitam serta dasi kupu-kupu. Seisi rumah heboh karena menjelang jam J, dasi tak kunjung ditemukan. Setelah bongkar sana-sini, kakak sepupu saya menemukannya dalam kulkas, bersama sayur-sayur. Dan sepertinya saya ikut 'mewarisi' sifat pelupa ibu saya :))     

Kehidupan
Sejak dulu para filsuf sudah membicarakan hal ini. Tentang kehidupan saat ini, dan apakah ada kehidupan yang akan datang. Atau bagaimanakah manusia memandang kehidupan? Tanpa kita sadari, kita sering mengabaikan kehidupan ketika dalam keadaan senang atau merasa semua kebutuhan telah terpenuhi. Justru sadar/menghargai hidup ketika menyadari bahwa pekerjaan adalah cara Tuhan memelihara kehidupan atau kehilangan orang yang disayangi.

Karena tahu kau masih hidup, aku akan pergi bekerja. Pekerjaan yang membuat kita bisa membeli semua makanan yang kita makan dan semua pakaian yang kita pakai dan atap di atas kepala kita. (h.120)

Inilah yang saya sadari sekarang. Seperti Claire dan ibunya, mereka harus bekerja keras untuk tetap hidup. Ibu Claire tetap berusaha memenuhi keperluan rumah tangga dengan anak tunggalnya dengan bekerja di klinik. Claire juga demi menambah uang sakunya, menjadi pengasuh anak. Dalam hal pekerjaan, saya pernah mengalami terancam 'tidak dapat melanjutkan hidup' karena nyaris tidak terbayarkannya gaji. Suatu kali, saya pernah mewawancarai seorang cleaning service di stasiun Bekasi. Ia mengaku mendapat upah sebesar Rp800.000 sebulan untuk jam kerja dari pukul 04.00 hingga 21.00. Dengan gaji itu ia harus berbagi dengan istrinya dan membayar kontrakan rumah sebesar Rp500.000. Saya mual membayangkannya. Tetapi selama masih hidup, berjuang adalah sebuah keniscayaan. Justru berjuanglah yang memberi kehidupan.

Dialog-dialog antara Claire dan ibunya ini yang menjadi kekuatan novel ini. Dalam web pribadinya, ia menuliskan trik bagaimana menulis dialog.
"Good dialogue should move the story forward, convey character and feel full of life. The best place to see great dialogue is by attending (or reading) plays, watching movies or even just switching on the TV"
dapat disimpulkan bahwa kunci 'kehidupan' pada kulkas ada pada dialog-dialog. Tapi itu mungkin menurut Alice. Bagi saya, 'meneropong' kembali masa lalu dengan pemaknaan berbeda memberi kehidupan baru. Kehidupan yang sepatutnya disyukuri dan memberi pelajaran baru, meski saat ini kulkas dan ibu saya sudah tidak ada lagi.

Bandung, 24 Oktober 2013
Helvry

You Might Also Like

7 komentar

  1. Ini salah satu buku favorit saya. Saya baca versi ebook bahasa Inggrisnya, dan nangis sejadi-jadinya selama pas baca buku ini. Di Indonesia mungkin tidak lazim saling meninggalkan pesan di pintu kulkas. Yang membuat saya terharu adalah bagaimanapun sibuknya ibu dan anak ini, komunikasi mereka tetap jalan, meski hanya lewat pesan.

    BalasHapus
  2. @desty: saya juga mengharu biru mbak :o

    BalasHapus
  3. Ugh dilema dari blogwalking adalah menambah jumlah wishlist.
    Saya jadi mau baca buku ini, bang (T_T)

    BalasHapus
  4. @tria: ada di aku sekarang...mangga aku pinjemin :c

    BalasHapus
  5. woaaah, ada beberapa poin nih setelah baca reviewmu:
    1. tumben banget nongol buku anak di blog ini :) tapi aku suka reviewnya..sangat personal :)
    2. buku ini udah lama ada di wishlistku juga lhooo...sirik to the max bisa dapet 10rb aja. kalo mau dibagi2in kasi tau yaaa :D
    3. sama kayak ibumu bang, aku juga lebih rela nyuci 2 ember pake tangan dibanding masak XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jawabin satu-satu ah. Hehehe
      1. Makasih mbak :)
      2.koreksi mbak..ternyata harganya 29.800 diskon 40% yah sekitar sepuluh ribuan jugalah.hehehehe...aku jadi penasaran sama buku alice yang lain mbak.hehehe
      3. Wah kalau itu saya demikian juga mbak. Hihihi

      Hapus
    2. Jawabin satu-satu ah. Hehehe
      1. Makasih mbak :)
      2.koreksi mbak..ternyata harganya 29.800 diskon 40% yah sekitar sepuluh ribuan jugalah.hehehehe...aku jadi penasaran sama buku alice yang lain mbak.hehehe
      3. Wah kalau itu saya demikian juga mbak. Hihihi

      Hapus