Istri Tanpa Clurit (Kumpulan Cerita Pendek)

Rabu, Desember 04, 2013


Istri Tanpa Clurit (Kumpulan Cerpen)
Pengarang: Bode Riswandi
Desain sampul dan ilustrasi: Nazarudin Azhar
Penerbit: Ultimus Bandung (Januari 2012)
xvi + 96 hlm
ISBN: 978-602-8331-40-1

Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek karangan Bode Riswandi. Berisikan 10 cerita pendek. Karangan Bode sebelumnya, "Mendaki Kantung di matamu" pernah masuk 10 besar Khatulistiwa Literary Award tahun 2010. Covernya sangat unik, mewakili judul cerpen yang menjadi judul cover bukunya, gambar sebagian wajah perempuan dengan font yang terkesan 'horor' dan 'mistis'. Tidak lama menghabiskan 96 halaman buku ini, dalam satu jam, saya menyelesaikannya. Kesepuluh cerita pendek itu adalah sebagai berikut:

  1. Hari Kedua Belas
  2. Lukisan
  3. Riwayat Penyemir Lars
  4. Istri Tanpa Clurit
  5. Tamu Asing Ibu Menteri
  6. Menangisi Anjing
  7. Menjadi Teman Baik Pelacur
  8. Pelacur yang Mati di Kali
  9. Pelacur yang Disekap Sehari Menjelang Pemilukada
  10. Para Pembunuh



Pada kata pengantar, Bode mengatakan bahwa inspirasi menulisnya datang dari pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang tidak direncanakan. Ia merasa sayang kalau hasil obrolan maupun diskusi dengan mereka 'terbuang' begitu saja. Karena itu, ia menuliskan cerita pendek ini sebagai pengingat yang ia istilahkan sebagai "jejak komunikasi yang paling halus".

Ketika saya membaca cerita-cerita tersebut, maka saya membayangkan ia sedang bercakap-cakap orang-orang yang menjadi tokoh cerpennya dalam pertemuan di warung kopi. Berhubung Bode adalah juga seorang penggiat komunitas sastra dan mengajar di salah satu universitas di Tasikmalaya, sangat memungkinkan untuk bertemu dengan banyak orang.

Tema yang diusung dalam sebagian besar cerpen ini adalah tentang manusia dengan segala kehidupannya. Konflik-konflik sosial antara suami dan istri, antara individu dengan masyarakat, antara penguasa dan rakyat, antara generasi sekarang dan generasi dahulu. Konflik itu begitu mencuat, dimana dalam akhir cerita, terdapat korban yang jatuh. Tak mesti mengenaskan memang, tetapi membuat kita sadar, betapa kejam dan kerasnya hidup.

Ada tiga cerpen dengan kata kunci yang sama: pelacur. Ketiga cerpen ini bercerita tentang pergulatan yang dialami oleh perempuan yang berprofesi sebagai pelacur. Tidak dapat dipungkiri, bahwa profesi ini seringkali bukanlah sebuah pilihan yang diinginkan orangnya, namun demi rasionalitas menghadapi beratnya hidup. Pada Menjadi Teman Pelacur, narator menempatkan diri sebagai teman seorang pelacur yang memahami situasi yang terjadi. Dari cerita ini kita berefleksi, bahwa dalam diri manusia yang paling dalam, ada kerinduan untuk hidup lebih baik dan berguna. Toh pada dasarnya, di depan Yang Maha, kita tak berbeda. Permasalahannya adalah kita sudah berbuat hal baik apa selama hidup. Pada Pelacur yang mati di kali,  adanya ketidakberpihakan aparat negara pada masyarakat. Seringkali kelas masyarakat tertentu dapat tidak dihargai harkatnya sebagai manusia yang patut dilindungi dan diselamatkan. Sebenarnya pada siapakah aparat itu berpihak? Pada Pelacur yang disekap sehari sebelum pemilukada, kita dapat mengamati situasi betapa pemilukada yang dicontohkan di cerita ini tergambar suasana yang tidak sehat, penggerakan massa yang mengarah pada kerusuhan. Inikah potret (calon) kepala daerah yang akan memimpin? bisa dibayangkan seperti apa kualitasnya.

Selain itu, Bode mengemukakan tema-tema terpinggirkannya orang-orang kecil akibat kekuasaan orang berpunya (boleh kita bahasakan pemodal besar). Dalam Menangisi Anjing, diceritakan situasi paradoks, dimana para orang-orang kaya bersaing untuk memamerkan anjing peliharaannya di dalam kompleks perumahan, dengan membangun rumah anjing yang begitu mewah, mengalahkan rumah pemiliknya sendiri. Pada Tamu Asing Ibu Menteri, digambarkan situasi frustrasi Ibu Menteri yang pusing karena banyak mayat hidup berseliweran di Jakarta, dan ia mengundang paranormal untuk menyelesaikan masalah itu. Meski sepertinya horror, justru cerita ini sangat jenaka menurut saya. Pada Para Pembunuh, menggambarkan tergusurnya orang kecil dengan kehadiran pemodal dengan industri di desa. Bukan hanya menggusur, namun juga menghilangkan nyawanya. Betapa manusia bukan lagi dihargai selaku sesama, tetapi lawan yang harus dienyahkan demi kepentingan pemodal besar. Karena diperhamba uang, manusia menjadi 'mesin pembunuh.' 

Pada akhir buku ini, ada ulasan singkat oleh Ahmad Tohari yang menyatakan bahwa cerpen Bode punya kekuatan besar untuk menembus cakrawala dunia nyata atau realitas dan mengembangkan imajinasi di dalamnya. Ahmad memberi catatan bahwa cerpen Istri Tanpa Clurit penanganan endingnya lemah, namun keliaran khayal yang diciptakan oleh Bode merentang cakrawala pemikiran.

Bandung, 4 Desember 2013
Helvry


You Might Also Like

0 komentar