Opini: Menemukan Ekspektasi

Senin, Februari 02, 2015


Tema opini bulan ini adalah ekspekstasi. Lebih jelasnya dapat diuraikan, apa ekspekstasimu terhadap sebuah buku (yang akan dibaca).

Bicara masalah ekspekstasi, menurut saya, kita seharusnya mengalamatkannya pada penulisnya. Bukan pada bukunya. Artinya sejauh apa kita mengenal penulisnya, sejauh itu ekspektasi kita pada karya-karyanya. Jadi, kalau kita tidak mengenal penulisnya, barangkali ekspektasi kita kurang berdasar kuat.

Pengalaman saya dalam menimbang sebuah buku bertitik pada jenis bukunya, apakah sifatnya novel, kumpulan cerpen, biografi, buku sejenis literature, buku terbitan lawas, dan sebagainya. Intinya, saya meletakkan dulu jenis buku apa yang ingin saya baca, lalu menyerahkan sepenuhnya pada buku itu seperti apa isi/ceritanya, saya akan coba mengupas satu-satu sebagai berikut:

Novel. Untuk novel, ada dua sumber yang sayagunakan sebagai referensi. Pertama, review teman-teman BBI. Dari proses pembacaan itu saya dapat membayangkan bagaimana isinya. Kedua, penulis novel yang sudah saya dengar sebelumnya. Untuk novel-novel Indonesia, saya lebih menyukai penulis yang pernah saya baca karangannya. Dengan demikian, saya memahami gaya penulisan ceritanya.

Kumpulan cerpen. Bagi saya, membaca kumpulan cerpen merupakan salah satu cara untuk menerobos kebuntuan membaca. Satu cerita pendek dapat dilahap dengan cepat, dan tidak perlu ada keterkaitan dengan cerita-cerita lainnya. Saya tidak memusingkan siapa yang menulis, apakah terkenal atau tidak. Bagi saya, setiap penulis cerita pendek memiliki kekhasannya masing-masing. Cerita-cerita pendek karangan Romo Mangun lebih menceritakan kehidupan sehari-hari, Eka Kurniawan, suka mengejutkan, Gustf Sakai banyak menceritakan daerahnya Sumatra Barat. Demikian juga cerita-cerita pendek klasik, tidak terlalu beban untuk dibaca. Namun kesulitan menulis review cerpen ini adalah ketika kumpulan cerpen untuk pengarang yang berbeda-beda yang serring juga temanya tidak sama. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam mereviewnya.

Buku Sejarah, Politik. Tidak banyak ekspekstasi dari jenis ini sebab misi saya adalah mencari informasi. Karena itu saya teliti betul apakah buku jenis ini sudah berisikan informasi yang saya butuhkan. Pada umumnya, jika sudah cocok pada satu penerbit, pertimbangan saya lebih kepada kredibilitas penerbit buku tersebut. Dari pengamatan saya, peminat buku jenis ini sudah tersegmentasi. Jadi, para penggemar bukunya akan selalu mencari jika ada edisi/judul terbaru. Penerbit yang cukup terkenal memproduksi buku ini antara lain: Komunitas Bambu, Yayasan Obor Indonesia, Marjin Kiri, Kepustakaan Gramedia.

Kumpulan tulisan (essay). Hampir mirip dengan kumpulan cerpen, kumpulan tulisan ini ada yang satu buku terdiri dari beberapa penulis atau satu buku hanya oleh satu penulis. Dari kumpulan tulisan (essay) ini saya mempelajari isinya serta belajar bagaimana menuangkan ide-ide dalam suatu penulisan yang terstruktur.

Kumpulan puisi. Sebenarnya puisi ini yang sulit. Sebab membaca satu bait puisi sama sulitnya membaca puisi satu halaman. Sulit dalam arti mencoba menemukan arti/makna kalimat-kalimat yang menyusunnya. Karena itu, saya tidak melihat siapa penulisnya. Semua buku kumpulan puisi saya coba lahap. Terkadang dari satu buku kumpulan tersebut, hanya satu atau dua saja yang saya suka. Barangkali hanya itu yang sesuai dengan harapan saya, dan saya mengerti.

Buku-buku terbitan lawas. Salah satu "hobi" saya yang baru adalah menelusuri buku-buku terbitan Indonesia lama yang masih menggunakan ejaan oe, tj, dj, j. Intinya buku-buku yang masih berejaan sebelum EYD. Entah kenapa saya merasa di abad berbeda pada saat membaca buku-buku tersebut. Bagi saya, suatu keasyikan tersendiri menemukan Bahasa Indonesia sekarang bersumber dari bahasa Melayu yang boleh dibilang masih orisinil, tanpa pengaruh istilah asing yang diindonesiakan.

Sekali lagi, menurut saya ekspektasi terhadap buku sebenarnya merupakan proses pencarian. Bila pada satu buku tidak memuaskan, maka cari lagi. Menurut saya, buku yang sesuai ekspektasi pada dasarnya adalah hasil komunikasi yang baik antara kita sebagai pembaca dengan penulisnya. Dan mungkin itu juga seninya, dimana tidak semua buku sesuai harapan, agar kita menyadari tidak semua keinginan itu tercapai.



Bandung-Depok, 2 Februari 2015

You Might Also Like

5 komentar

  1. Sepertinya aku setuju. Terkadang memang 'siapa sih yang menulis buku?' itu adalah bahan pertimbangan. Karena kita tahu seperti apa karangan dia sebelum-sebelumnya.

    Namun terkadang tanpa melihat siapa yang menulis, penulis lama atau bahkan masih baru, para review-er akan sangat detail mengupas buku tersebut dengan baik dan akurat.

    Hm..., jadi 50:50 lah, hihiih... yang paling benar adalah, me-review sebuah karya, hak penuh ada pada pe-review-nya. hihihi....

    Salam kenal... ^^

    BalasHapus
  2. ya betul memang, tanpa harus mengenal siapa pengarangnya, seorang reviewer akan mengupas buku yang dibacanya.

    itulah keistimewaan reviewer independen, hasil ulasannya merupakan hak sepenuhnya..dan itu merupakan kekayaan intelektualitas kan :a

    salam kenal dan terima kasih sudah berkunjung ya :q

    BalasHapus
  3. Iya juga sih, walau aku tipe pelahap semua tipe buku. Kalau kita mengenal gaya tulisan penulisnya akan lebih semangat ketika membacanya

    BalasHapus
  4. karena itu cocoklah istilah
    jangan nilai buku dari covernya

    karena apapun covernya, kalau penulisnya udah dikenal..tetap yang dinilai penulisnya :c :c :c

    BalasHapus
  5. Saya setuju nih melihat siapa penulis bukunya dulu untuk menimbang isi buku. Karena, saya juga begitu sih biasanya, lihat penulis dulu, baru ada keinginan untuk baca :D

    Tapi saya tetap berusaha membaca semua buku :D

    BalasHapus