Larutan Senja
Jumat, Mei 31, 2013
Salah satu kegiatan yang saya suka namun sekarang ini jarang saya lakukan adalah membaca cerita pendek di Harian Kompas Minggu serta memuatnya di blog saya. Dari membaca cerita pendek tiap minggu, kadang (lebih banyak sering) saya merasa tidak mengerti akan apa yang disampaikannya. Mungkin saja karena keterbatasan ruang dan memang ciri khas cerpen itu sendiri yang tidak perlu menyampaikan secara lugas apa pesannya pada pembaca.
Perbedaan membaca kumpulan cerpen dalam satu buku dibanding membaca cerpen satu-satu secara terpisah tentu saja suasana atau setting ceritanya. Dalam satu buku kumpulan cerpen, situasi langsung berubah cepat antara cerita satu dengan cerita lainnya. Maklum saja, kumpulan cerpen merupakan cerita parsial yang barangkali tidak berhubungan dengan cerita lainnya. Apalagi kumpulan cerpen tersebut berasal dari macam-macam penulis.
Membaca kumpulan cerpen Ratih Kumala ini, saya mengamati bahwa Ratih memberi kejutan-kejutan di akhir ceritanya. Saya membayangkan bahwa Ratih memperoleh sebuah ide cerita, lalu mencoba memberi unsur lingkungan kontekstual, lalu mengakhirinya seperti film action. Tidak terduga, namun tetap mendarat manis.
Sang Paradji, bagaimana sebuah tuduhan pada seseorang telah menggunakan ilmu teluh, akan membuat hidupnya segera berakhir. Schizophrenia, sebuah keadaan psikis seseorang yang tidak dapat membedakan dengan baik mana dunia nyata dan mana dunia khayal. Purnama di Borneo, sebuah kisah yang dilisankan ibu pada anaknya dengan tujuan berhati-hati dan waspada di daerah Kalimantan yang kaya sumber daya alamnya termasuk sumber daya mistiknya.Dalu-dalu,bagaimana sebuah pemberian sebuah 'label' Lekra pada seorang seniman yang tak tahu apa-apa tentang politik pada zaman orde baru, sangat berpengaruh besar pada hidupnya.
Dalam Nach Westen dan Pada Jalan Buntu, terlihat bahwa Ratih mencoba mengetengahkan konflik batin si narator. Konflik akibat tekanan hidup maupun lingkungan yang membuat frustrasi. Jarang saya temukan dalam penceritaan bahwa si narator adalah tokoh sentral yang ikut mati. Namun meski mati, proses menuju pemilihan keputusan itu berbeda. Tema yang mau disampaikan adalah jika memang berniat mati, janganlah mati percuma.
Ratih memberi unsur urusan tempat tidur dalam beberapa ceritanya. Boleh jadi, saya menganggap bahwa Ratih mengetengahkan hal ini bahwa seks merupakan aktivitas keintiman dan rekreasi suami-istri. Karena itu, rekreasi perlu dijaga kesinambungannya dengan saling percaya dan komunikasi yang baik. Namun, Pada Sebuah Gang Buntu dan Tahi Lalat di punggung istriku, ditunjukkan perbedaan bagaimana salah satu pasangan berbeda memaknai seks tersebut. Hal ini tentunya menarik dijadikan topik diskusi.
Ide Ratih menempatkan dua sudut pandang pencerita, sering membuat kita terkecoh. Terkecoh dalam artian bahwa kita sempat tergiring pada suatu akhir cerita yang tampaknya biasa saja, namun justru klimaks dan ditutup tiba-tiba. Purnama di Borneo dan Buroq adalah salah dua contohnya.
Hampir semua cerpen dalam buku ini mengambil setting pada lingkungan keluarga. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa Ratih mengolah permasalahan keluarga menjadi ide ceritanya. Dsri cerita cerita tersebut saya menyimpulksn bahwa kebutuhan mendasar manusia adalah mencintai dan merasa dicintai. Dan di keluargalah idealnya cinta tulus bermula yang dibangun dan dihidupkan atas dasar percaya dan mempercayakan.Cerita Wanita Berwajah Penyok sangat bagus mencoba menyelami suasana hati seorang yang terbelakang mental. Namun sayang pelajaran pentingnya justru pada orang dewasa yang waras justru tidak tergali, dan hal ini cukup sering terjadi pembiaran, dimana anak-anak yang sering mengganggu orang terbelakang mentalnya tidak didisiplinkan dan berubah tingkah laku.Selain lingkungan keluarga, tema kesulitan ekonomi cukup mengemuka juga dalam cerita Ratih. Cerita Pada Sebuah Gang Buntu dan Obral Peti Mati ditunjukkan bagaimana kesulitan ekonomi keluarga cukup mengancam kestabilan hidup keluarga.Dan hal ini cukup umum di keluarga Indonesia. Ratih menceritakan fenomena tersebut dengan penuh kegelisahan,dimana banyak keluarga yang terancam keberlangsungannya akibat kesulitan ekonomi. Jika kita ingin mendalaminya, maka pertanyaan mendasarnya adalah: Apa penyebabnya?
Larutan Senja adalah cerita yang dipilih menjadi judul kumpulan cerpen ini. Larutan senja adalah semacam formula khusus yang ditemukan untuk melengkapi keberadaan terang dan gelap. Formula ini ditemukan dalam kelompok 'tuhan' dan anggota kelompok penemunya. Secara rutin, tuhan dan anggota yang lain melakukan pertemuan dan mempresentasikan temuannya. Seolah dalam laboratorium, semua yang ada di dunia merupakan hasil penelitian. ada larutan gerak, ada larutan senja. Namun tuhan hanya membelinya dengan harga murah dari anggota kelompok penemu. salah satu anggota kelompok penemu akhirnya membuat larutan senja dan berniat menjual mahal pada tuhan atas temuan itu. Walaupun akhir ceritanya cukup 'aneh' bagi saya, namun filosofi penemuan yang saya tangkap dalam cerita ini adalah bahwa penemuan pada dasarnya menemukan apa yang sudah tersedia dalam alam semesta dengan berbagai metodologi. Selanjutnya, penemuan-penemuan baru adalah usaha mengembangkan secara terus-menerus penemuan-penemuan terdahulu. Jadi, sesungguhnya tidak ada sesuatu yang baru secara absolut, semuanya hasil pencarian/pekerjaan.
Kumpulan cerpen Ratih ini menurut saya sangat ringan dibaca. Di tiap akhir cerita diikuti dengan ilustrasi gambar yang dibuat oleh Eka Kurniawan, suami Ratih. Ratih Kumala adalah lulusan Sastra Inggris Universitas Negeri Sebelas Maret. Di samping menulis cerpen, ia juga menulis novel antara lain Tabula Rasa, Kronik Betawi, dan yang terakhir adalah Gadis Kretek (2012).
Jakarta,31 Mei 2013
Helvry
Judul: Larutan Senja
Penulis: Ratih Kumala
Ilustrasi sampul dan isi : Eka Kurniawan
Desain Sampul: Sofnir Ali
Setting: Malikas
Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Maret 2006
Perbedaan membaca kumpulan cerpen dalam satu buku dibanding membaca cerpen satu-satu secara terpisah tentu saja suasana atau setting ceritanya. Dalam satu buku kumpulan cerpen, situasi langsung berubah cepat antara cerita satu dengan cerita lainnya. Maklum saja, kumpulan cerpen merupakan cerita parsial yang barangkali tidak berhubungan dengan cerita lainnya. Apalagi kumpulan cerpen tersebut berasal dari macam-macam penulis.
Membaca kumpulan cerpen Ratih Kumala ini, saya mengamati bahwa Ratih memberi kejutan-kejutan di akhir ceritanya. Saya membayangkan bahwa Ratih memperoleh sebuah ide cerita, lalu mencoba memberi unsur lingkungan kontekstual, lalu mengakhirinya seperti film action. Tidak terduga, namun tetap mendarat manis.
Sang Paradji, bagaimana sebuah tuduhan pada seseorang telah menggunakan ilmu teluh, akan membuat hidupnya segera berakhir. Schizophrenia, sebuah keadaan psikis seseorang yang tidak dapat membedakan dengan baik mana dunia nyata dan mana dunia khayal. Purnama di Borneo, sebuah kisah yang dilisankan ibu pada anaknya dengan tujuan berhati-hati dan waspada di daerah Kalimantan yang kaya sumber daya alamnya termasuk sumber daya mistiknya.Dalu-dalu,bagaimana sebuah pemberian sebuah 'label' Lekra pada seorang seniman yang tak tahu apa-apa tentang politik pada zaman orde baru, sangat berpengaruh besar pada hidupnya.
Dalam Nach Westen dan Pada Jalan Buntu, terlihat bahwa Ratih mencoba mengetengahkan konflik batin si narator. Konflik akibat tekanan hidup maupun lingkungan yang membuat frustrasi. Jarang saya temukan dalam penceritaan bahwa si narator adalah tokoh sentral yang ikut mati. Namun meski mati, proses menuju pemilihan keputusan itu berbeda. Tema yang mau disampaikan adalah jika memang berniat mati, janganlah mati percuma.
Ratih memberi unsur urusan tempat tidur dalam beberapa ceritanya. Boleh jadi, saya menganggap bahwa Ratih mengetengahkan hal ini bahwa seks merupakan aktivitas keintiman dan rekreasi suami-istri. Karena itu, rekreasi perlu dijaga kesinambungannya dengan saling percaya dan komunikasi yang baik. Namun, Pada Sebuah Gang Buntu dan Tahi Lalat di punggung istriku, ditunjukkan perbedaan bagaimana salah satu pasangan berbeda memaknai seks tersebut. Hal ini tentunya menarik dijadikan topik diskusi.
Ide Ratih menempatkan dua sudut pandang pencerita, sering membuat kita terkecoh. Terkecoh dalam artian bahwa kita sempat tergiring pada suatu akhir cerita yang tampaknya biasa saja, namun justru klimaks dan ditutup tiba-tiba. Purnama di Borneo dan Buroq adalah salah dua contohnya.
Hampir semua cerpen dalam buku ini mengambil setting pada lingkungan keluarga. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa Ratih mengolah permasalahan keluarga menjadi ide ceritanya. Dsri cerita cerita tersebut saya menyimpulksn bahwa kebutuhan mendasar manusia adalah mencintai dan merasa dicintai. Dan di keluargalah idealnya cinta tulus bermula yang dibangun dan dihidupkan atas dasar percaya dan mempercayakan.Cerita Wanita Berwajah Penyok sangat bagus mencoba menyelami suasana hati seorang yang terbelakang mental. Namun sayang pelajaran pentingnya justru pada orang dewasa yang waras justru tidak tergali, dan hal ini cukup sering terjadi pembiaran, dimana anak-anak yang sering mengganggu orang terbelakang mentalnya tidak didisiplinkan dan berubah tingkah laku.Selain lingkungan keluarga, tema kesulitan ekonomi cukup mengemuka juga dalam cerita Ratih. Cerita Pada Sebuah Gang Buntu dan Obral Peti Mati ditunjukkan bagaimana kesulitan ekonomi keluarga cukup mengancam kestabilan hidup keluarga.Dan hal ini cukup umum di keluarga Indonesia. Ratih menceritakan fenomena tersebut dengan penuh kegelisahan,dimana banyak keluarga yang terancam keberlangsungannya akibat kesulitan ekonomi. Jika kita ingin mendalaminya, maka pertanyaan mendasarnya adalah: Apa penyebabnya?
Larutan Senja adalah cerita yang dipilih menjadi judul kumpulan cerpen ini. Larutan senja adalah semacam formula khusus yang ditemukan untuk melengkapi keberadaan terang dan gelap. Formula ini ditemukan dalam kelompok 'tuhan' dan anggota kelompok penemunya. Secara rutin, tuhan dan anggota yang lain melakukan pertemuan dan mempresentasikan temuannya. Seolah dalam laboratorium, semua yang ada di dunia merupakan hasil penelitian. ada larutan gerak, ada larutan senja. Namun tuhan hanya membelinya dengan harga murah dari anggota kelompok penemu. salah satu anggota kelompok penemu akhirnya membuat larutan senja dan berniat menjual mahal pada tuhan atas temuan itu. Walaupun akhir ceritanya cukup 'aneh' bagi saya, namun filosofi penemuan yang saya tangkap dalam cerita ini adalah bahwa penemuan pada dasarnya menemukan apa yang sudah tersedia dalam alam semesta dengan berbagai metodologi. Selanjutnya, penemuan-penemuan baru adalah usaha mengembangkan secara terus-menerus penemuan-penemuan terdahulu. Jadi, sesungguhnya tidak ada sesuatu yang baru secara absolut, semuanya hasil pencarian/pekerjaan.
Kumpulan cerpen Ratih ini menurut saya sangat ringan dibaca. Di tiap akhir cerita diikuti dengan ilustrasi gambar yang dibuat oleh Eka Kurniawan, suami Ratih. Ratih Kumala adalah lulusan Sastra Inggris Universitas Negeri Sebelas Maret. Di samping menulis cerpen, ia juga menulis novel antara lain Tabula Rasa, Kronik Betawi, dan yang terakhir adalah Gadis Kretek (2012).
Jakarta,31 Mei 2013
Helvry
2 komentar
menarik nih.. aku pinjam donk bang epi ^^
BalasHapusboleeeh kakak :a :a
BalasHapus