Vita Brevis by Jostein Gaarder
Sabtu, Desember 28, 2013Saya pernah membaca kata pengantar Eep Saefulloh Fatah pada sebuah buku, yang menyatakan bahwa ketika ia menjalani masa awal perkuliahan di Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, ia mendapat saran mulia dari seorang pengajar senior:
" Jangan hanya baca buku-buku politik mutakhir, coba bacalah juga buku-buku filsafat, sejarah, biografi, dan sastra."
"Filsafat akan mengajari Anda tertib berpikir. Sejarah membuat Anda tahu dunia macam apa yang mengantarkan hidup Anda hingga tiba di hari ini. Biografi mengajari Anda bagaimana manusia dengan beragam karakter berinteraksi dengan zamannya. Lalu, sastra membuat sisi-sisi artistik dan kemanusiaan Anda terasah."
Buku kecil ini memang kurang lebih 150 halaman, namun buku ini kecil ini menurut saya memiliki unsur-unsur yang disarankan oleh pengajar senior Eep yaitu filsafat, sejarah, biografi, dan sastra. Dari judul Inggrisnya, yaitu That Same Flower: Floria Aemilia's Letter to Saint Augustine, buku ini merupakan surat dari Floria Aemilia yang ditujukan untuk menanggapi tulisan Agustinus dalam buku Confessions. Confessions merupakan buku autobiografi Agustinus, yang menceritakan masa lalunya yang penuh dosa sebelum Agustinus menjadi kristiani. Tentunya ketika bicara masalah keempat unsur di atas tadi, akan berkaitan dengan manusia itu sendiri.
Siapa Augustinus? berikut saya salin kembali profilnya dari buku Proverbia Latina
St Augustine from Hippo (source: wikipedia) |
Confession St. Augustine (source: here) |
Dalam buku ini, Floria tampaknya ingin memberikan klarifikasi atas apa yang telah terjadi antara dirinya dan Agustinus pada masa mereka bersama-sama. Seperti yang diutarakan di atas, bahwa dulunya hidup Agustinus dalam kondisi yang buruk. Melalui buku Confessions, Agustinus mengakui dan menceritakan kembali penyesalan-penyesalannya sebelum bertemu Tuhan.
Namun, siapakah Floria, yang membuka kalimat suratnya dengan kata-kata:
Salam dari Floria Aemelia untuk Aurelius Agustinus, Uskup Hippo. Tentu saja rasanya aneh menyapamu dengan cara ini. Dulu, sekian waktu yang lalu, saya pasti hanya akan menuliskan "Aurel kecilku yang lincah". Namun kini, lebih dari sepuluh tahun sejak engkau memelukku, banyak hal berubah.
Tentu penulis surat ini bukanlah orang biasa. Floria Aemelia, adalah bekas kekasih Agustinus. Ia merasa perlu menulis surat untuk menanggapi buku Confessions yang ditulis Agustinus. Mengingat bahwa Floria adalah 'bagian' dari masa lalu Agustinus sebelum menjadi seorang kristen. Dalam suratnya ini, Floria tidak menggunakan kalimat-kalimat yang emosional. Sepertinya Floria paham, bahwa mengkritisi tulisan seorang filsuf atau pemikir seperti Agustinus adalah dengan mempertanyakan (kembali) kalimat-kalimatnya. Hal ini sangat menarik, sehingga kita dapat belajar bagaimana berargumentasi, menilai, dan menimbang dengan tetap waras dan seimbang.
Mungkin agar kita mendapatkan pemahaman yang utuh, ada baiknya kita sebelumnya membaca buku Confessions yang menjadi pokok pembahasan Floria ini. Hasil penelusuran saya atas edisi bahasa Inggrisnya, tersedia dalam bentuk pdf yang dapat diunduh pada tautan berikut:
- Augustine: Confession edited and translated by Albert C. Outler, Professor of Theology, Perkins of School Theology.
- The Confessions of Saint Augustine, translated by Edward Bouverie Pusey
- SparkNotes Editors. “SparkNote on Saint Augustine (A.D. 354–430).” SparkNotes LLC. 2005. http://www.sparknotes.com/philosophy/augustine/ (accessed December 28, 2013)..
Sekilas Buku Confessions
Buku Confessions terdiri dari 13 bab, yang menceritakan kehidupan Agustinus dari kecil hingga ia menjadi Uskup. Pada Bab I, Agustinus menjelaskan dari masa kecilnya sampai usia lima belas tahun . Dia mengakui bahwa sebagai remaja ia lebih suka hedonisme daripada belajar. pada Bab II ia berbicara tentang kesukaannya pada kenikmatan seksual. Sekitar usia enam belas tahun , ia berhenti belajar, mengejar wanita , dan bahkan menjadi seorang pencuri . Pada Bab III, dalam usia sembilan belas, ia tinggal di Carthage. Dia masih mengejar wanita, tetapi ia juga belajar tentang Manichean. Pada bab IV , ia menyelesaikan studinya dan menjadi seorang penulis, salah satu publikasi adalah sebuah buku tentang Aristoteles. Pada Bab V, Agustinus berusia 29 tahun. Dia meninggalkan pada Manicheans dan kekasihnya, dan bertemu dengan Uskup Ambrosius. Pada Bab VI dan VII ia menggambarkan perjalanan spiritualnya. Pada Bab VIII, Agustinus menjelaskan keimanannya kepada kristen. Pada Bab IX ia menceritakan tragedinya. Dua teman dekatnya meninggal, diikuti oleh kematian ibunya, Monica. Pada Bab X, ia merenungkan apa yang akan membawanya kepada Tuhan dan membawa kebahagiaan dalam hidupnya. Pada Bab XI , ia mulai mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh, yang memungkinkan dia untuk berbicara tentang sifat waktu. Pada Bab XII dan XII, ia menguraikan pandangannya tentang materi dan menceritakan kebaikan Tuhan ketika Ia menciptakan segala sesuatu.
Floria's confessions
Naskah surat Floria ini memang belum bisa dibuktikan keasliannya. Namun, apa yang dituliskan Floria sarat dengan gagasan-gagasan filosofis. Terlihat bahwa Floria dulunya adalah siswa sekolah filsafat. Pada dasarnya yang ia perjuangkan bukanlah semata-mata karena ia ditinggalkan Agustinus, atau dipisahkan oleh ibunya Agustinus, Monica, atau sakit hati karena buah hati mereka, Aedoatus meninggal, tetapi lebih pada 'menggugat' cara berpikir Agustinus yang tertuang dalam buku Confessions.
pada buku VI kau menulis: "perempuan yang telah hidup denganku tidak diizinkan untuk tetap di sampngku. Mereka membawanya pergi karena ia adalah rintangan bagi pernikahanku yang akan datang. Hatiku, yang telah kuserahkan padanya, tertusuk, terluka hingga berdarah. Ia kembali ke Afrika dan berjanji padaMu bahwa dirinya tidak akan lagi berhubungan dengan laki-laki lain. Ia meninggalkan putra kami padaku (h.13).
atas kutipan ini, Floria memberikan tanggapan hal tersebut seharusnya paradoks dengan apa yang terjadi dengan mereka sebelumnya, dimana Agustinus sangat bangga dengan hubungan mereka. Dan perihal perginya Floria ke Afrika, salah satunya adalah andil Monika, agar memisahkan mereka. Lagi, Floria mengatakan bahwa hubungan mereka dulu bukanlah karena nafsu yang hanya diikat panca indra belaka, dan nafsu haruslah dikendalikan. Tetapi lebih jauh bahwa cinta antarmanusia jauh lebih mulia, yang melibatkan jiwa dan perasaan dua orang. Ini yang digugat Floria, yaitu Agustinus memandang Floria adalah nafsu masa lalu yang harus dikendalikan. Padahal, dalam uraian Floria, ada momen-momen dimana Agustinus merangkulnya dan membisikkannya kata-kata mesra. Pun Floria mengakui bahwa keberpisahan mereka bukan karena adanya perempuan lain dalam hidup Agustinus, tetapi sebuah prinsip filsafat, karena itu Floria kembali membaca ajaran filsafat yang dulu diperolehnya untuk 'menyelami' cara berpikir Agustinus.
"Sainganku bukan hanya sainganku sendiri. Ia adalah saingan semua perempuan, ia adalah malaikat maut bagi cinta itu sendiri...." (h.22).
Floria juga mengkritik Agustinus yang mengutip satu ayat dalam Alkitab, tanpa melibatkannya dalam konteks, yaitu kata-kata Paulus bahwa "baik bagi seorang laki-laki untuk tidak menyentuh perempuan." Floria mempertanyakan Agustinus, bahwa bukankah berbahaya memisahkan kalimat dari konteksnya? dimana konteks kalimat Paulus di atas adalah tujuannya untuk menghindari perzinahan, dimana laki-laki memiliki istri, dan istri memiliki suami (h.39). Hal ini merupakan tanggapan atas kalimat pada bab II dimana Agustinus menyatakan bahwa pada masa awal mudanya, jiwanya digerogoti oleh nafsu seksual.
Vita Brevis. Lebih lengkapnya adalah, Vita Brevis, Floria. (hidup itu singkat, Floria). Itu adalah kata-kata Agustinus pada Floria ketika mereka masih sangat dekat, dan sepertinya kalimat itu sangat berkesan pada Floria. Menurut saya, Floria memaknai kalimat itu, bahwa karena hidup itu singkat, maka harus dinikmati sebaik-baiknya. Mungkin berbeda dengan Agustinus, mungkin ia memaknai, karena itu hidup itu singkat, maka ia meninggalkan Floria dan menempuh jalan sendiri melalui gereja.
Muncul pertanyaan setelah membaca buku ini. Pertama, seperti yang dipertanyakan oleh Jostein sendiri, apakah naskah ini asli atau tidak? (Jostein sendiri tidak melakukan konfirmasi ke perpustakaan gereja Katolik di Roma). Kedua, jika naskah ini asli, apakah pernah dibaca oleh Agustinus? Terlepas dari dua pertanyaan tersebut, bagi saya tetap menarik untuk diketahui pemikiran orang pada masa lalu, disertai dengan konteks yang meliputinya. Saya rasa hal ini penting bagi pendidikan untuk berpikir kritis terhadap situasi maupun mendefinisikan (kembali) persoalan-persoalan manusia dari zaman dulu hingga sekarang.
Menurut saya buku ini sangat menarik itu dipelajari, Jostein Gaarder memberikan catatan-catatan kaki yang memudahkan pembaca untuk menelusurinya di referensi lainnya. Satu hal penting yang disampaikan St. Sunardi, bahwa pengakuan Floria sendiri ini tentu bisa menimbulkan akibat pada 'kebenaran' yang selama ini ditulis tentang dirinya. Bahkan, pasti punya akibat pada cara kita melihat Agustinus, Monica ibunya, dan hal -hal lain berkaitan dengan hubungan mereka berdua. Yang menarik, Floria tidak hanya berbicara tentang kisah hidup mereka berdua, melainkan berdebat tentang pandangan hidup Agustinus setelah dia menjadi seorang Kristen.
Eep melanjutkan pengantarnya di atas, bahwa ia sangat tertatih mengikuti saran mulia ini, namun ia menemukan rekreasi yang mengasyikkan dari membaca literatur seperti biografi dan sastra.Mirip seperti Eep, saya sendiri tertatih menyelesaikan buku tipis ini, namun pemikiran-pemikiran dalam buku ini, sepertinya terlalu sayang untuk tidak diketahui dan diperbincangkan.
Jakarta, 28 Desember 2013
Helvry
0 komentar