Dimsum Terakhir by Clara Ng
My rating: 3 of 5 stars
Softcover, 361 pages
Published April 19th 2006 by PT Gramedia Pustaka Utama (first published 2006)
ISBN 9792220690
Sebelumnya saya tidak tahu manakah yang disebut dimsum itu, sampai suatu saat saya pernah memakannya di sebuah rumah makan dan saya menyukainya. Sebuah iklan di Hotel Borobudur makan dimsum sepuasnya (all you can eat) sebesar 200ribuan, saya hanya membayangkan dimsum yang tadinya sebagai makanan khas imlek, menjadi makanan mewah di hotel adalah suatu keistimewaan atau kebanggaan bagi masyarakat Tionghoa.
Empat orang anak kembar. Empat model karakter. Tidak ada hubungan antara anak kembar dengan kesamaan fisik maupun cara pikir. Empat orang anak kembar itu adalah Siska, Indah, Rosi, dan Novera. Yang pertama kali keluar dari rahim Anas, ibunya adalah Siska, selanjutnya Indah, Rosi, dan Novera. Mereka besar di daerah Kota, dekat daerah Petak Sembilan. Mereka tumbuh dengan karakter dan kepribadian yang berbeda-beda. Siska dikenal cerdas, pekerja keras, suka ingin tahu. Indah, melankolis, yang sangat menguntungkannya menjadi penulis dan wartawan. Rosi, gadis tomboy namun memiliki kebun mawar di Puncak, Novera, paling lembut dari antara saudara-saudaranya, namun paling keras kepala.
Ibu mereka lebih dahulu meninggal. Ayahnya, Nung tinggal seorang diri. Keempat anaknya masing-masing punya kehidupan sendiri. Siska memiliki bisnis di Singapura. Indah berprofesi sebagai wartawan tinggal di Jakarta, namun tidak tinggal bersama ayahnya. Rosi, mengurus kebun mawarnya di Puncak, Novera, mengajar taman kanak-kanak di Yogyakarta.
Suatu hari, tetangga mereka membawa ayahnya, Nung, kerumah sakit. Dari sinilah cerita tentang reuni keeempat saudara kembar dimulai. Mereka bergantian merawat ayahnya di rumah. Konflik-konflik muncul. Terutama ayahnya berpesan, kalau ayahnya berkeinginan melihat mereka menikah sebelum meninggal. Masing-masing mereka memiliki problem pribadi yang sangat tidak sederhana. Demi sang ayah, Novera mengaku pada ayahnya bahwa ia akan menikah dengan calonnya. Padahal, ia sendiri masih ragu akan perasaannya itu, karena ia tidak merasa "lengkap" untuk menikah. Hal seperti itu juga terjadi pada saudara-saudaranya.
Kwjujuran, simpati, tanggung jawab, rela berkorban, adalah nilai-nilai dari novel ini. Clara Ng sangat cerdas memilih topik yang dikemukakan dalam penceritaan novel ini. Banyak hal yang selama ini mungkin tabu dalam masyarakt, namun CLara berhasil menempatkannya dengan apik dalam penokohan keempat saudara kembar ini.
Novel ini bagus dibaca. Teman saya bertanya, "Berat nggak novelnya?"
"Ya nggaklah, orang bisa cuma 3 ons" Jawab saya.
Novel ini jauh dari kesan berat, saya merasa banyak wawasan saya bertambah tentang keluarga Tionghoa. Namun yang menggelitik saya, apakah dalam persaudaraan kembar, akan ada suasana superior dimana kakak sulung (kembar) berhak mengatur adik-adiknya seperti saudara non kembar pada umumnya? Saya tidak tahu, karena saya tidak punya saudara kembar. :)
My rating: 3 of 5 stars
Softcover, 361 pages
Published April 19th 2006 by PT Gramedia Pustaka Utama (first published 2006)
ISBN 9792220690
Sebelumnya saya tidak tahu manakah yang disebut dimsum itu, sampai suatu saat saya pernah memakannya di sebuah rumah makan dan saya menyukainya. Sebuah iklan di Hotel Borobudur makan dimsum sepuasnya (all you can eat) sebesar 200ribuan, saya hanya membayangkan dimsum yang tadinya sebagai makanan khas imlek, menjadi makanan mewah di hotel adalah suatu keistimewaan atau kebanggaan bagi masyarakat Tionghoa.
Empat orang anak kembar. Empat model karakter. Tidak ada hubungan antara anak kembar dengan kesamaan fisik maupun cara pikir. Empat orang anak kembar itu adalah Siska, Indah, Rosi, dan Novera. Yang pertama kali keluar dari rahim Anas, ibunya adalah Siska, selanjutnya Indah, Rosi, dan Novera. Mereka besar di daerah Kota, dekat daerah Petak Sembilan. Mereka tumbuh dengan karakter dan kepribadian yang berbeda-beda. Siska dikenal cerdas, pekerja keras, suka ingin tahu. Indah, melankolis, yang sangat menguntungkannya menjadi penulis dan wartawan. Rosi, gadis tomboy namun memiliki kebun mawar di Puncak, Novera, paling lembut dari antara saudara-saudaranya, namun paling keras kepala.
Ibu mereka lebih dahulu meninggal. Ayahnya, Nung tinggal seorang diri. Keempat anaknya masing-masing punya kehidupan sendiri. Siska memiliki bisnis di Singapura. Indah berprofesi sebagai wartawan tinggal di Jakarta, namun tidak tinggal bersama ayahnya. Rosi, mengurus kebun mawarnya di Puncak, Novera, mengajar taman kanak-kanak di Yogyakarta.
Suatu hari, tetangga mereka membawa ayahnya, Nung, kerumah sakit. Dari sinilah cerita tentang reuni keeempat saudara kembar dimulai. Mereka bergantian merawat ayahnya di rumah. Konflik-konflik muncul. Terutama ayahnya berpesan, kalau ayahnya berkeinginan melihat mereka menikah sebelum meninggal. Masing-masing mereka memiliki problem pribadi yang sangat tidak sederhana. Demi sang ayah, Novera mengaku pada ayahnya bahwa ia akan menikah dengan calonnya. Padahal, ia sendiri masih ragu akan perasaannya itu, karena ia tidak merasa "lengkap" untuk menikah. Hal seperti itu juga terjadi pada saudara-saudaranya.
Kwjujuran, simpati, tanggung jawab, rela berkorban, adalah nilai-nilai dari novel ini. Clara Ng sangat cerdas memilih topik yang dikemukakan dalam penceritaan novel ini. Banyak hal yang selama ini mungkin tabu dalam masyarakt, namun CLara berhasil menempatkannya dengan apik dalam penokohan keempat saudara kembar ini.
Novel ini bagus dibaca. Teman saya bertanya, "Berat nggak novelnya?"
"Ya nggaklah, orang bisa cuma 3 ons" Jawab saya.
Novel ini jauh dari kesan berat, saya merasa banyak wawasan saya bertambah tentang keluarga Tionghoa. Namun yang menggelitik saya, apakah dalam persaudaraan kembar, akan ada suasana superior dimana kakak sulung (kembar) berhak mengatur adik-adiknya seperti saudara non kembar pada umumnya? Saya tidak tahu, karena saya tidak punya saudara kembar. :)