Ghirah Gatha by Lan Fang
Selasa, Desember 16, 2014
Bagi sebagian besar orang, (termasuk saya) memahami puisi adalah sesuatu yang sulit. Tantangan untuk merasakan keindahan syair puisi adalah hal yang tidak mudah. Namun akhirnya saya sadar, bahwa pelajaran apresiasi terhadap puisi dari zaman sekolah dulu, tidaklah serius diajarkan. Yang saya ingat hanyalah bagaimana bentuk pantun, baris pertama dan kedua disebut sampiran, dan baris ketiga dan keempat disebut isi. Selain bentuk pantun, saya tidak ingat apapun lagi. Dan dulu ketika pesta tujuhbelasan, saya pernah mewakili SD untuk ikut lomba puisi. Tapi saya gagal untuk memahami kedalaman makna puisi.
Dalam buku "The Complete Idiot's Guide to Critical Reading", pengertian puisi (poem) disarikan adalah a highly developed and imaginative expression of emotion". Dalam pengertian itu terkandung makna bahwa puisi merupakan bentuk ekspresi (dari manusia). Tak berlebihan juga mungkin bila hal yang membedakan manusia dengan hewan selain manusia dapat berpikir adalah manusia mampu berekspresi.
Ghirah Gatha
Kumpulan Puisi
Pengarang: Lan Fang
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011
ISBN: 978-979-22-8106-4
Kumpulan Puisi karya Lan Fang ini merupakan bentuk apresiasi terhadap kiprah Lan Fang terhadap sastra Indonesia, ia memilih menafkahi dirinya dengan menulis dibanding menggunakan gelar sarjana hukumnya. Dalam buku kumpulan puisi yang terbilang tipis ini (58 halaman) terdapat 17 puisi yang menurut saya sangat lugas dan dapat diresapi.
Saya tidak bisa berkomentar banyak tentang penulisan puisi, sebab saya tidak mengerti teori-teori dasarnya. Ibarat makanan, puisi Lan Fang ini enak dikunyahnya. Saya tertarik dengan puisi yang kalimat pembuka dan penutupnya sama. Sementara di tengah-tengahnya mengungkapkan ketidakmengertian si Penyair. Pada Puisi Tuanku, kalimat-kalimat yang disusun sepertinya khas Melayu, yaitu mengumpamakan suatu hal dengan benda-benda atau peristiwa. Si Penyair mengungkapkan bahwa bicara "tuan" hanyalah barisan-barisan kalimat kosong tanpa makna.
Tuan
sebetulnya anda sedang bilang apa, tuan?
kalimat paduka beranting namun berlilit kering.
didalamnya ada ketam berkaki lumpur. juga
punai yang rajin menyemai tapi selalu gagal menuai.
tapi rupanya itu tak cukup membuat anda mengekas.
bicara paduka cemerlang bagai si bujang merayu bulan.
tampaknya berwibawa tapi jenaka. hamba ingin
terpesona tapi dada tergunting dan hati sumbing
mendengar bicara anda terus menggelinding.
sebetulnya, anda sedang bilang apa, tuan?
Pada Puisi Waktu, menurut saya Lan sangat unik memotong kata sedemikian rupa sehingga "konstruksi" bait puisinya menjadi enak dilihat namun tidak kehilangan pesan.
Waktu
dari waktu ke waktu
aku kian tu
a
dari waktu ke waktu
cintaku tetap mu
da
dari waktu ke waktu
menunggu
nya
Dan sepertinya, kerinduan adalah suatu topik atau inspirasi yang tiada habis digali oleh penyair dalam karya-karyanya, termasuk oleh Lan Fang. Terdapat delapan judul puisi yang berisikan kata kunci rindu. Ada rindu tak sampai, ada mengharap rindu berbalas, ada yang bermetafora mempresentasikan rindu itu sendiri.
Bagai
aku menantikanmu bagai tetes tirta di pasir,
bagai kesunyataan hujan tanpa air, zikir tanpa akhir.
aku mencintaimu bagai laut,
bagai induk semua anak sungai, muara semua kabut.
aku merindukanmu bagai pengembara cakrawal,
: sedang kau bagaimana?
Sangat Bukan
apakah kau: angin yang melekat pada kaca pintu?
sangat bukan,
aku pintu, tempat syair menumpahkan ragu.
kalau begitu apakah kau: keraguan yang dipanah rindu?
sangat bukan,
aku rindu yang melayari waktu demi waktu.
jadi apakah kau: waktu yang tersulut sumbu?
sangat bukan,
aku sumbu bulan dari celah kelambu.
Terinspirasi dari puisi Lan Fang, Sangat Bukan, saya memilih gambar Stasiun Tawang pada malam hari sebagai gambar ilustrasinya.
apakah kau: angin yang melekat pada kaca pintu?
sangat bukan,
aku pintu, tempat syair menumpahkan ragu.
kalau begitu apakah kau: keraguan yang dipanah rindu?
sangat bukan,
aku rindu yang melayari waktu demi waktu.
jadi apakah kau: waktu yang tersulut sumbu?
sangat bukan,
aku sumbu bulan dari celah kelambu.
Saya sangat menikmati membaca buku tipis ini. Rasanya memang Lan Fang sendiri yang bercerita pada saya. Namun, saya tidak menemukan yang mana puisi Ghirah Gatha itu, atau kalau itu berupa istilah, saya tidak tahu apa artinya. Sayang sekali, Lan Fang dalam usia muda harus menghadap Sang Khalik, permohonan pertemanan saya lewat Facebook tak kunjung disetujui sampai ia berpulang. Namun karya-karyanya terus abadi.
Bandung, 16 Agustus 2014
Helvry Sinaga.
1 komentar
Sy juga ga bisa menilai puisi dengan benar, hanya bisa merasakan di permukaannya saja, kalau bisa dimengerti oleh otak dan dirasakan nikmatnya oleh perasaan saya, saya bilang bagus, subjektif sekali. :)
BalasHapus