Malaikat Lereng Tidar by Remy Sylado
Senin, Februari 09, 2015Saya tidak menyangka novel ini akan setebal lebih dari 500 halaman. Kesalahan saya adalah tidak mencicil membacanya dari awal. Dan beberapa kali dalam perjalanan saya naik kereta dimana waktu luang dalam perjalanan cukup longgar, saya tidak membawa novel tebal ini. Akhirnya saya cukup terlambat menyelesaikannya, sekaligus terlambat memposting review buku hadiah dari Santa saya.
Malaikat Lereng Tidar
Penulis: Remy Sylado
vii + 544 hlm
Gramedia Pustaka Utama, 2014
ISBN:978-979-709-803-2
Secara garis besar, jenis novel ini adalah fiksi sejarah. Yang jelas, dalam kalimat pembukanya, Remy Sylado menyatakan bahwa hadirnya buku ini di tangan pembaca setelah melalui serangkaian proses yang panjang. Antara lain ia melakukan penelitian-penelitian yang cukup banyak dan lama demi terciptanya novel itu.
Dari ratusan halaman tersebut, kalau diringkas, ceritanya kira-kira begini. Seorang pemuda, merantau, bertemu gadis pujaannya, dan mereka menikah. Itulah benang pokoknya. Seperti hidup manusia pada umumnya juga. Dari mulai lahir, tumbuh, berkembang, dewasa, dan mati. Kalau kita memandang kehidupan hanya sekedar seperti itu tentunya sangat membosankan. Namun, setiap manusia tidak ada kehidupannya yang sama persis. Tiap manusia punya kehidupannya masing-masing.
Saya belum dapat menangkap-sepertinya saya juga harus mewawancarai Remy Sylado-siapa yang diceritakannya ini? Tokoh utama novel ini adalah Yehezkiel Tambayong, seorang pemuda Minahasa yang merantau dari tanah kelahirannya, Toraja, ke Pulau Jawa. Waktu kejadian ini diperkirakan tidak lama setelah Perang Jawa atau Perang Diponegoro selesai. Artinya di penghujung abad 19 dan memasuki abad 20.
Jehezkiel yang berangkat ke Pulau Jawa, berniat untuk menjadi tentara, yang dikenal dengan tentara Marsose, yaitu tentara “binaan’ Kompeni yang umumnya berasal dari Pemuda-pemuda daerah Ambon, Minahasa. Pasukan Jez ini selanjutnya dilatih untuk dipersiapkan menghadapi perang Aceh yang masih berkobar di ujung Pulau Sumatera.
Seperti halnya kehidupan manusia satu sama lain yang unik, demikian juga yang dialami oleh Jehezkiel. Ia terkagum begitu memasuki kota-kota di Jawa. Di dalam barak, bersama teman-temannya ia menerima pelatihan militer dan belajar bahasa. dalam pelajaran bahasa, ia termasuk siswa unggul yang dipuji oleh guru bahasa Belandanya, sebab ia sangat pintar menyusun kata-kata menjadi bait-bait puisi indah.
Lebih lengkapnya silakan baca buku setebal 500an halaman ini. Sepertinya khasnya Remy adalah “membagi” buku tebal ini dalam sub sub judul yang merupakan inti cerita tiap bagian. Dan setiap akhir bagian tersebut, Remy meletakkan sebait puisi. Saya termasuk yang menikmati isi puisi pendek tersebut. Saya salut dengan pilihan-pilhan katanya. Seperti yang disampaikan Sapardi, bahwa berpuisi adalah menyegarkan kembali bahasa.
Selain itu, buku ini sarat dengan kutipan istilah bahasa seperti Bahasa Jawa dan bahasa Belanda. Tak lupa remy membubuhkan artinya pada catatan kaki. Tak hanya artisuatu istilah dalam bahasa, Remy juga menuliskan referensi-referensi yang ia gunakan untuk menjelaskan suatu istilah tertentu. Dan saya cukup senang, bahwa salah satu buku rujukan Remy, ternyata saya miliki, yaitu Tempat-tempat bersejarah di Jakarta, karangan Adolf Heuken, SJ. Namun ada banyak referensi lain dalam bahasa Belanda yang saya tidak tahu.
Kota yang diceritakan dalam buku ini paling banyaknya adalah Magelang. Berhubung saya belum pernah ke sana, saya tidak dapat membayangkan arah dan letak tempat-tempat yang diceritakan tersebut. Teman-teman bila ingin menyusuri kota Magelang lama dengan kebersejarahan tempo dulu, saya sarankan membaca buku ini.
Sebenarnya saya masih ingin banyak mengeksplor novel ini, mengingat salah satu genre saya fiksi sejarah merupakan genre favorit. Namun, ini juga sudah sangat jauh terlambat untuk mengikuti aturan main memposting review buku hadiah dari santa tepat waktu. Bila ada kesempatan, saya ingin membuat review keduanya.
Terkait dengan siapa pemberi novel ini, sudah saya sampaikan tebakannya di sini
8 komentar
Bang, reviewnya kurang panjang! >.<
BalasHapusJadi penasaran dengan bukunya juga.
pengennya lebih banyak lagi yang diulas :c :C
BalasHapustapi kalau ditunggu-tunggu bisa kelamaan...mudah-mudahan bisa buatkan review versi eksplorasi deh :o :o
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusiya Pak Ketum BBI, review nya kurang nendang :D
BalasHapusPenasaran juga bait puisinya kayak gimana heheheh
Rico,
BalasHapussaya juga merasa kurang menendangkan diri...:c :c :c
baiklah, akan saya usahakan merampungkan review lengkapnya :p
Magelang itu kampung aku hahaha... Mampir lah kapan2 ke rumah bang^^
BalasHapuswah bisa nih Dita jadi tour host Magelang :o
BalasHapus(ID)
BalasHapusBagus buku setabal itu menjadi singkat setelah ditulis disini.
Sertifikasi ISO 9001