Sepertinya tema ini tidak pernah usang untuk didiskusikan. Banyak sekali pendapat dan persepsi tentang bentuk buku yang dibaca seseorang, apakah berupa elektronik atau berupa buku secara fisik (kertas). Dan sering kali persoalan yang muncul adalah bentuknya, bukan lagi isinya. Namun, suatu kegiatan membaca sedapatnya membuat pembacanya nyaman dan merasa kebutuhan membacanya terpenuhi, apapun medianya.
Bagi saya, masalah bentuk tidak masalah. Ada kalanya memang lebih suka buku fisik, ada kalanya memang suka yang bentuk elektronik (file). Hal itu semata-mata karena kepraktisan. Sedikit saya ulas dalam uraian sebagai berikut:
Buku Fisik
membaca yang saya kenal dari kecil adalah membaca gambaran huruf-huruf pada kertas, dinding, koran, atau majalah. Lebih karena pengalaman. Kalau bahasa marketingnya itu kira-kira: customer experience. Apa saja itu?
Mengamati cover/sampul buku. Bagi saya penggemar visual, gambar atau warna pada cover itu sangat berpengaruh bagi saya untuk membuka halaman selanjutnya. Bagi saya, membuat suatu cover bagus itu memang tidak mudah dan sangat dipengaruhi kemampuan seni imajinasi designer-nya menebak suasana hati si calon pembaca. Walau saya bukan sekelas juri fotografi/ desain, minimal saya dapat menilai (secara pribadi) seperti apa cover buku yang tidak menggoda.
Membalik halaman. Membalik-balik halaman dengan jari tangan kadang kala memang keasyikan tersendiri. Kenapa? Karena bentuk ketertarikan kita terhadap buku terlihat seberapa cepat kita membalik halaman buku. Dan, apakah ada faktor psikologis, bahwa membalik halaman buku, membuat kita bersemangat untuk meneruskan bacaaan hingga selesai.
Menyusun buku. Bagi para penggemar buku sekaligus penggemar media sosial, adalah hal yang lumrah memotret koleksi bukunya dan kemudian mengunggahnya ke media sosial. Pekerjaan menata ulang buku kadang kala menjadi pekerjaan yang mengasyikkan, karena ada pengalaman menata berdasarkan tinggi buku, berdasarkan jenis buku, berdasarkan warna?? Hehehe
Menyampul buku. Nah. Kegiatan ini yang sudah sangat-sangat jarang saya lakukan. Dulu, ketika masih sekolah di kota kecil sana (baca Takengon, Aceh), buku-buku saya bisa dikatakan sangat-sangat sedikit. Kebanyakan memang buku pelajaran dan koleksi milik ayah saya. Jadi, pekerjaan menyampul buku pelajaran pun menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Memberinya nama sendiri serta melapisnya dengan sampul plastik. Sekarang, udah nggak sabaran lagi. Kalau pas rajin, ya bisa banyak yang disampul. Kalau nggak, ya tidak disampul bisa bertahun-tahun.
Dapat ditulis atau ditandatangani. Meski tidak konsisten, saya suka menulis-nulis pada halaman buku, atau mendapatkan tanda tangan penulisnya. Bagi saya itu bersejarah, ada guratan tulisan pada waktu tertentu yang mengingatkan pada momen apa buku itu dibaca atau ditulis. Kadang, malah aneh kalau buku saya minim coretan. Minimal ada garis- garis bawah. Sekarang sepertinya jarang, karena memang jarang juga membaca. Hahaha. Ketauan.
Buku elektronik
Secara tidak langsung, bentuk buku elektronik hanyalah jenis buku yang dibaca kala dalam perjalanan atau hanya mencari topik-topik tertentu. Apa saja bentuk pengalaman membaca buku elektronik?
Mencari kata kunci. Umumnya, fasilitas Control F atau Find sangat-sangat dibutuhkan untuk mencari kata kunci secara cepat dan akurat. Dan ini biasanya berlaku pada buku-buku yang berkaitan dengan tugas kuliah atau tugas kerjaan. Karena itu, buku-buku misalnya MS. Excel Tips and Trick, CIA Study Material, The Evaluation and Improvement of IT Governance, Information_Technology Auditing, saya lebih suka buku elektroniknya. Karena kalau aslinya pun pasti berat dan tebal.
Dapat dibaca di handphone. Sampai saat ini saya masih belum menggunakan semacam ebook reader atau tablet untuk membaca buku elektronik. Kalau nggak di laptop, saya bacanya di HP. Setelah ada layanan aplikasi I Jak, malahan lebih sering pinjam buku elektronik. Hidup saya kebanyakan di kereta atau di bis, biasanya dalam perjalanan pulang-pergi Bandung-Jakarta, saya membaca di HP, sampai ngantuk aja, jarang sampai selesai. Hahaha.
Mengakses buku-buku lawas. Dalam hal ini saya salut dengan pihak-pihak yang rela mendokumentasikan buku-buku tua dengan membuatnya dalam bentuk elektronik dan menyediakan fasilitas unduh di internet. Saya sangat terbantu dengan buku-buku seperti itu. saya hanya sekali memindai buku lalu mengunggahnya di internet, yaitu buku Max Havelaar. Itupun karena dulu belum ada cetak ulangnya, sehingga koleksi buku di Perpustakaan kantor, saya pindai satu-satu lalu dikonversi ke file pdf. Mengingat sekarang banyak penjual buku-buku tua di internet, andainya mau menyediakan buku tuanya dipindai dulu sebelum dijual. Kasian bagi yang nggak punya uang cukup untuk beli buku tua :(
Sementara itu pengalaman saya. Bagaimana dengan teman-teman? Share pengalamannya di kolom komentar.
Selamat membaca, apapun bentuknya.