Lebih Senyap dari Bisikan (Andina Dwifatma)

Rabu, September 14, 2022

Apa sebetulnya yang ingin disampaikan Penulis ini? begitu pikiran saya setelah selesai membaca novel ini di sela-sela kesibukan menanti stasiun ketibaan pada KRL Bogor-Jakarta. Akhirnya saya menyimpulkan, ini adalah cerita kehidupan yang tidak sepenuhnya khayalan. Bukankah kenyataan adalah khayalan yang terjadi?


 

Judul: Lebih Senyap dari Bisikan

Penulis: Andina Dwifatma

Penerbit: Gramedia, 2022

Narator (Amara) menceritakan kehidupannya. Sebagai seorang perempuan. Sebagai seorang istri, anak, dan sebagai seorang ibu. Pada setiap peran itu, punya pergumulan sendiri, yang seringkali kita tidak melihatnya dari dalam. Percakapan narator dengan dirinya sendiri, menjadi cermin kita untuk menilai betapa rumitnya suatu persoalan yang dihadapi narator, sehingga kita dapat memiliki empati pada persoalan yang dihadapi insan, entah itu laki-laki atau Perempuan. Namun, karena penulis novel ini adalah Perempuan, maka sudut pikirnya tampak lebih terang.  

Konflik yang terjadi pada Amara tidak bisa dikatakan sederhana. Itu juga yang menjadi pergumulan bagi sebagian besar Perempuan. saya membagi struktur novel ini pada tahapan yang dianggap wajar bagi seorang/pasangan.

 #1_Menikah. Cinta yang bersemi kala sekolah dan kuliah adalah masa-masa terindah, karena  Perempuan menjadi pusat perhatian atau objek perbincangan mahasiswa. Narator bersimpati pada Baron, berpacaran dan kelak menjadi suaminya. Masalah muncul ketika adalah konsep substance over form berjumpa pada soal cinta: yaitu perbedaan agama.  Hal-hal substantif mengasihi dan mencintai harus didudukkan dalam realita upacara pernikahan seperti apa yang harus dilakukan.

  #2_Memiliki_Generasi. Meskipun di zaman modern atau hidup di kota, tidak serta merta pilihan untuk tidak memiliki anak dalam pernikahan dipeluk oleh pasangan. Konsep masyarakat Indonesia yang diturunkan menjadi filosofi kehidupan pernikahan pun turut menyumbang pemikiran bahwa generasi penerus harus dilahirkan. Pemikiran sosial turut menjadi penekan pasif bagi pasangan yang belum memiliki anak dalam pernikahan. Amara dan Baron berusaha mengikuti setiap tips dan cara-cara dan perobatan untuk menghadirkan perjumpan sel sperma dan telur dengan sukses. Penulis menggambarkan dengan cukup detail pada bagian ini, bahkan saya sempat mengira buku ini semacam Panduan Pembuahan.

#3_Merawat_Keberlangsungan. Setelah dua tahapan yang berpacu dengan target, maka tahapan selanjutnya memerlukan daya tahan yang konsisten. Amara memasuki fase seorang ibu. Namun paket pada fase ini adalah terjadinya kekacauan ekonomi keluarga akibat sebuah keputusan berisiko tinggi yang diambil Baron, yaitu bermain dalam dunia trading saham dan valuta asing. Penulis tidak detail membahas bagaimana seluk beluknya, namun membahas bagaimana dampak-dampaknya pada keluarga mereka. Saya melihat bahwa kematangan mental dan kedewasaan (disamping pengetahuan yang cukup memadai) turut berkontribusi pada keputusan-keputusan krusial. Baron dengan pilihannya itu tidak cukup memberikan tanggung jawab sebagaimana seharusnya sebagai seorang pasangan atau seorang ayah. Bahkan, Amara harus mendatangkan kembali ibunya, karena iapun menyadari kepada siapa harus meminta pertolongan. Pada tahapan ini, pertolongan pada perempuan justru datang dari perempuan. Maka pekerjaan merawat dan menolong pada dasarnya adalah pekerjaan feminin, rasanya kita tak perlu heran selalu memasukkan unsur feminin dalam merawat kebangsaan: Ibu Pertiwi. Mungkin menjadi aneh ketika peran merawat bangsa ini ada pada tangan laki-laki, karena mungkin yang diutamakan adalah kuasanya.

Novel ini tergolong tipis, sekitar 150 halaman, cukup cepat dicerna karena bahasanya yang ringan, berisi candaan namun tetap padat berisikan antara lain kutipan-kutipan dari Penulis, maupun dari buku-buku termasuk juga pergumulan batin narator. Saya menduga, bagian perjumpaan mereka di kampus adalah pengalaman penulis sendiri, dimana pesona intelektualitas menjadi magnet tersendiri disamping tampang. Beberapa bagian lucu ketika di Stasiun Sudirman cukup membuat saya tertawa, karena membenarkan kejadian itu seperti tulisan: "lift rusak, dalam perbaikan", atau menggambarkan penumpang KRL seperti semut-semut. 

Selesai.

Saya juga mengucapkan selamat pada diri sendiri, yang berhasil menuliskan resensi pertama di 2022 meski dengan berantakan. 

Mangga Besar, 14092022

Helvry

 

               

You Might Also Like

0 komentar