How to Change | Katy Milkman

Kamis, September 22, 2022

Seringkali kegagalan kita adalah memahami permasalahan, alih-alih mencari jalan keluar. 



How To Change

Cara Ilmiah untuk Benar-Benar Berubah Sekali untuk Selamanya

Katy Milkman

Alih Bahasa: Susi Purwoko

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2022


Kita tidak menyadari atau mungkin belum mengerti bahwa sains itu menyenangkan. Bagaimana korelasi sains dengan perilaku manusia, adalah buku-buku yang akhir-akhir ini saya baca, seperti buku Nak, belajarlah soal ekonomi   dan buku How to Change ini. Menyikapi perubahan yang begitu cepat saat ini, kita hanya diberikan nasihat: adaptif. Tetapi bagaimana menjadi adaptif, kita mencari sendiri caranya. Sialnya, kita merasa tahu namun akhirnya terjebak adaptif yang temporer. Namun kembali lagi ke kebiasaan sebelumnya (kecuali karena tekanan masif). Saya masih merasakan perubahan dari penggunaan dari sms, BBM menjadi Whatsapp untuk berkomunikasi. Termasuk juga orang-orang menggunakan atau memiliki akun media sosial. Namun persoalannya adalah apakah tujuan berubah itu memang merupakan cerminan kesadaran atau merupakan bentukan dari luar? Ini yang menarik.

Katy Milkman, seorang insinyur, penulis buku ini cukup apik memodelkan bagaimana proses perubahan disertai dengan contoh-contoh nyata baik berupa pengalaman pribadinya sebagai seorang mahasiswa atau doktor pembimbing, maupun dari jurnal-jurnal ilmiah yang dinarasikan dengan bahasa yang mudah dimengerti orang awam tanpa harus berjibaku dengan metodologi penelitian yang rumit. Ia menarasikan dengan menarik sebuah persoalan perilaku manusia yang ingin berubah, lalu penelitian mengenai faktor-faktor apa yang membuat manusia berubah, dan bagaimana mengubah suatu kebiasaan menjadi kebiasaan baru. Beberapa pertanyaan muncul yang dapat menolong pemahaman akan perubahan. 

Pertama, apa yang mendasari perubahan kebiasaan baru? kuncinya adalah pada penetapan tujuan. Penetapan tujuan yang baru atau mereproduksi tujuan adalah faktor yang sangat menentukan. Setelah itu ikutan lainnya merupakan turunan aktivitas yang dibuat untuk mencapai tujuan itu. Ia menyarankan agar memecah tujuan besar menjadi langkah kegiatan-kegiatankecil yang lebih mudah untuk dikerjakan dalam waktu singkat. Jika tujuan untuk membuat badan sehat, maka dilakukan dengan mengunjungi pusat kebugaran atau melakukan jogging. Persoalannya selanjutnya adalah seberapa konsisten melakukannya. Ini yang disebut godaan-godaan yang menantang. Pemahaman yang cukup mengenai penghalang menuju perubahan, adalah modal awal. Katy menyediakan waktunya untuk berdiskusi dengan lusinan akademisi dan perusahaan-perusahaan terkemuka serta menjelajahi ilmu perilaku. Bahwa harus ada strategi khusus untuk menaklukkan tantangan itu, merupakan sintesa dari permasalahan pokok yang disarikan oleh Katy.

Kedua, kapan kita harus berubah?  sebuah penelitian yang dilakukan Katy dan John Beshears dan Shlomo Benartzi (h.18) mengenai keinginan orang menabung, sebetulnya menjadi pertanyaan bagi organisasi atau perorangan atas suatu sikap/respon atas sebuah target. Bagi orang yang terbiasa dengan pencapaian target atau closing goal, maka tanggal per tanggal menjadi demikian penting. Namun, jika kita harus menjangkau banyak orang atau komunitas, kapan waktu yang tepat? Hasil penelitian Katy menunjukkan bahwa penetapan momen awal untuk perubahan perlu ditetapkan menjadi tonggak. Hal-hal tersebut bisa saja seperti tanggal 1 bulan berikutnya, setelah minggu pertama, atau hari atau tanggal lain yang diberikan label sebagai peringatan. Hal ini akan dijadikan patokan untuk melihat kemajuan kita pada hari atau periode yang akan datang. Namun, andaikan belum terjadi perubahan yang diharapkan, poin pentingnya adalah kita telah bergerak dari kemalasan.

Ketiga, bagaimana menjalani suatu rutinitas baru? Ada kalanya ketika kita telah menentukan sebuah kegiatan baru dan mulai menjalaninya, maka godaan terbesar adalah menunda atau bahkan tidak melanjutkannya. Sebuah pepatah Melayu yang relevan dengan situasi ini adalah "Alah bisa karena biasa" pepatah itu menyiratkan bahwa tidak ada yang tidak bisa jika tidak dimulai dan dibiasakan. Karena itu, kebiasaan baru akan membentuk otomatisasi menjadi kebisaan. Tentu ada godaan. Katy memberikan saran agar melakukan hacking pada godaan itu sehingga malah mendapat manfaat lain. Ia menggambarkan perlu menambahkan hal-hal asyik pada pekerjaan (rutin) sehingga unsur gembira tercapai tetapi pekerjaan selesai.  Sebagai contoh, ketika bersepeda statis di gym bisa sambil mendengarkan ipod atau membuka medsos, atau dengan memberikan reward pada Pekerja yang telah mencapai target pekerjaan. Hal-hal terkait apresiasi terhadap Pekerja seperti papan nilai tertinggi menjadi penyemangat dalam produktivitas dalam suatu kumpulan Pekerja. Kuncinya adalah kesepakatan yang sama serta sama-sama menikmati permainan itu.

Keempat, bagaimana membuat kebiasaan (baru) tersebut berkesinambungan? Kita pernah menemukan atau mungkin berjanji pada diri sendiri bahwa kita haruslah berbahagia. Sama halnya dengan tujuan hidup yang dipecah dalam kegiatan-kegiatan kecil, maka menjadi bahagia harusnya dipecah dalam kegiatan kecil juga. Saya membayangkan ketika saya pensiun nanti, saya harus punya cukup uang serta cukup sehat untuk menikmati uang. Candaan rekan saya saat mendaki bersama ke Gunung Gede pada pertengahan tahun lalu, bahwa terjadi keironisan dalam hidup. Ketika mahasiswa, ada tenaga, ada waktu nggak ada uang. Ketika bekerja, ada tenaga, ada uang, nggak ada waktu. Ketika tua, tidak ada tenaga, ada waktu, dan ada uang. Maka cara satu-satunya adalah memulai melatih sejak bekerja, ada uang, ada tenaga. Dengan kata lain berolah raga dan menabung sejak sekarang. Hal-hal kecil seperti berjalan kaki, makan tidak berlebihan, serta menabung secukupnya akan melatih kebiasaan terus-menerus sehingga dampak yang akan dirasakan akan menunggu waktunya tiba dan siap. Tentu ini tidak mudah, maka mengkombinasikan kebiasaan dengan permainan yang mengasyikkan, seperti berjalan kaki sembari menghirup udara segar dan mendokumentasikan foto tidak akan menerima dampaknya dalam jangka waktu dekat. Tetapi mungkin dalam 10-20 tahun yang akan datang. Tidak ada resep yang baru. Memang, hanya itu-itu saja, namun yang paling penting adalah menelisik dari sudut pandang yang baru.  

Kelima, bagaimana ketika kita merasa terlalu kalah dengan godaan? Maka bergabung dengan komunitas adalah cara efektif. Komunitas atau kumpulan orang yang punya tujuan sama, akan membawa pengaruh positif untuk mengubah/ melatih kebiasaan bersama-sama. Tidak ada jaminan bahwa kelas unggulan di sekolah akan menghasilkan kualitas siswa/individu yang unggul juga, tetapi pada suasana yang kondusif, rekan yang supportif memberikan iklim berubah bersama-sama. Karena itu, tampaknya benarlah yang dikatakan bahwa pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.  

Akhirnya, yang selamat adalah yang aksi nyata yang beradaptasi. Meski tak mudah, semoga selalu ada jalan.  

Mangga besar, 22 September 2022

Helvry


 

You Might Also Like

0 komentar