Nak, jangan bertemu dengan penipu. Untuk mencegahnya, janganlah menjadi orang yang srakah. Jangan juga menjadi orang yang tidak tahu apa-apa tentang kehidupan, tetapi jangan pula menjadi orang yang terlalu tahu sehingga bisa ikut menipu bersama mereka. Nak, senjata yang bisa melawan dunia yang begitu kejam ini adalah "pengetahuan ekonomi". Karena itulah aku selalu tekankan padamu dan saudaramu untuk belajar ekonomi. Mari kita belajar ekonomi bersama dan berusaha untuk tidak menjadi orang yang terlalu lugu ataupun orang jahat. (Hlm 156).
Apa sebetulnya yang ingin disampaikan Penulis ini? begitu pikiran saya setelah selesai membaca novel ini di sela-sela kesibukan menanti stasiun ketibaan pada KRL Bogor-Jakarta. Akhirnya saya menyimpulkan, ini adalah cerita kehidupan yang tidak sepenuhnya khayalan. Bukankah kenyataan adalah khayalan yang terjadi?
Kind words can be short and easy to speak, but their echoes are truly endless.
© Mother Teresa
Eduard Douwes Dekker (1820-1887) diangkat sebagai asisten residen di Lebak. Ia bertugas pada tahun 1856, ia hanya bertugas selama tiga bulan di sana. Empat tahun kemudian, karangan fiksinya, Max Havelaar menjadi buku berpengaruh di Hindia Belanda. Bahkan menjadi dasar lahirnya politik Etis di daerah jajahan Belanda. Apa pasal? Roman ini menjadi seolah menjadi rujukan yang sahih tentang suatu ketidakadilan sistematis yang terjadi pada saat tanam paksa diberlakukan di Jawa. Roman itu bercerita tentang seorang pegawai kolonial bernama Max Havelaar, yang menentang praktek korupsi di daerah tugasnya. Penceritaan dalam roman tersebut bahkan ditutup dengan kisah Saijah dan Adinda yang kemudian menjadi ikut termashyur. Begitulah, Max Havelaar menjadi buku rujukan penting di sekolah-sekolah, pemerintah, bahkan bagi pegawai yang bertugas di Hindia Belanda, wajib membaca buku itu. Persoalannya, bagaimana membedakan antara fiksi dan fakta dalam sebuah buku yang dilabeli “berdasarkan kisah nyata.” Kedua, bagaimana tanggung jawab Pengarang, jika di dalamnya ternyata terpapar sebuah kisah yang jauh berbeda dengan kenyataan? Apakah ia dapat “berlindung” di balik kefiksiannya?
Indonesia. Suatu konsep geopolitik yang diproklamasikan menjadi negara oleh pendiri bangsa. Tidak ada yang dapat memungkiri bahwa Indonesia sama dengan plural, keberagaman, multi variasi sumber daya alam terlebih manusianya. Persoalan saat ini sangat relevan, yaitu siapakah Indonesia? Seri Selamat Mengindonesia ini memaparkan betapa beragamnya orang-orang terdahulu di bangsa ini dalam penghayatannya berbineka. Membaca buku ini, saya banyak dibukakan pintu pengetahuan tentang sejarah orang-orang atau tempat yang namanya sudah saya dengar, namun saya baru tahu kisah, karya, maupun peristiwa yang mengikutinya. Sebut saja GKI Jalan Pengadilan Bogor, ternyata dulunya adalah Gereja Metodis utusan Singapura. Amir Syarifuddin, perdana menteri Indonesia sewaktu awal kemerdekaan, ternyata seorang Kristen dan punya marga: Harahap. Universitas Krida Wacana merupakan prakarsa Clement Lee Sian Hui yang seorang campuran berayahkan Cina dan ibu Singapura. Nicolas Driyarka, lahir di Purworejo dan bersekolah di seminari Kanisius Yogyakarta (dekat Stasiun Tugu), dan masih banyak lagi. Sekelumit kisah-kisah tersebut membuat saya penasaran menggali lebih jauh tokoh-tokoh tersebut dan bagaimana karyanya dapat dirasakan generasi sekarang ini.
Sebagai seorang pembaca, adalah hal baik untuk menyerap semua jenis bacaan. Baik bacaan serius maupun bacaan ringan. Seperti halnya makanan yang harus memiliki nutrisi seimbang, bacaanpun selayaknya demikian. Makanan yang berimbang bertujuan menyehatkan. Istilah empat sehat lima sempurna sudah ditinggalkan, karena bukan semata-mata kelengkapan komponen makanan sehat, terlebih lagi porsinya harus pas, cukup, dan seimbang. Demikian juga dengan bacaan, jenis bacaan yang pas, cukup, dan seimbang menyuplai nutrisi yang sehat bagi pikiran kita. Bagi yang sudah nyaman dengan jenis bacaan tertentu, mari mengenal jenis bacaan atau genre lain, agar kita tetap berpikir sehat.
Mari mengerjakan sesuatu yang kita senangi, agar hidup kita tetap waras.
Tanpa harus berlebihan, saya termasuk orang yang tidak beruntung ketika masuk suatu komunitas hobi atau ekstrakurikuler zaman sekolah atau kuliah. Penyebabnya sederhana. Saya tidak dapat mendefinisikan saya sukanya (baca bisanya) apa.
Main seni peran kagak bisa Main alat musik bisa seadanya. Daftar klub percakapan Bahasa Inggris, ditolak Ikut komunitas computer, nggak lulus seleksi Ikut baris berbaris..duh apa lagi itu….
Ini yang membuat saya dalam jangka waktu cukup lama tidak menemukan komunitas yang cocok, yang menerima saya apa adanya (tsaaaah). Demikian hingga sampai bekerja. Setelah sibuk dengan suasana pekerjaan, saya sedikit terlibat di kegiatan pemuda gereja. Selebihnya tidak ada.
Sampai suatu saat ketika saya menemukan goodreads.com dan bergabung (secara iseng-iseng) dengan goodreads Indonesia. Disitulah saya pertama kali berinteraksi dengan orang-orang “unik” yaitu sukanya buku. Saya mengenal goodreads Indonesia terlebih dahulu sebelum membuat tergabung dengan blogger buku Indonesia. Mengenai sejarahnya blogger buku Indonesia, bisalah diubek-ubek webnya BBI :)
Kembali lagi dalam rangka ulang tahun Blogger Buku Indonesia keenam, setelah menulis topik Baca Buku bentuk elektronik atau kertas, saya mendapat ide untuk mengembangkan topik tersebut dengan membagikan pengalaman saya dalam memperoleh buku atau majalah elektronik tersebut. Tujuannya adalah demi memuaskan kehausan membaca. Tsaaah.
Jelas, bahwa kepraktisan membaca buku atau majalah elektronik adalah pertimbangan utama. Selain itu, tempat penyimpanannya dapat dikelola secara efisien karena hanya membutuhkan ruang pada hardisk laptop atau layanan komputasi berbasis awan seperti google drive atau one drive.
pada postingan kali ini, saya akan membagikan sumber-sumber perolehan majalah elektronik favorit saya. Kali ini temanya buku/majalah yang bersifat non fiksi, yaitu di luar novel, cerpen, puisi, dan fiksi lain sebagainya.
Majalah Tempo edisi digital.
Oke. Sebetulnya saya tidak anti dengan berita-berita terkini yang dimuat di media online seperti kompas.com, tempo.co, atau detik.com. apalagi kadang bila saya mengamati lini masa di facebook pun sudah seperti portal berita akibat teman-teman di facebook memposting tautan berita online. Namun berita yang dimuat sering sekali tidak mengupas secara dalam seperti contohnya kasus KTP elektronik atau tentang isu Pemilihan Kepala Daerah di DKI Jakarta. Bagaimanapun kualitas media yang berbasis koran/cetak, lebih bagus dibanding media online. Karena itu, bila membaca Koran atau majalah, menurut saya kualitas yang disajikan lebih informatif dan cukup dalam.
Saya menyukai Majalah Tempo, karena ulasannya cukup dalam menggali suatu kejadian/peristiwa. Apalagi jika ada laporan khusus atau laporan investigasi, turut dilengkapi dengan penelusuran ke tempat kejadian maupun narasumber pertamanya. Saya berlangganan majalah tempo elektronik sejak 2012, cukup mahal memang. Tapi sebanding dengan kualitas yang diberikan. Di samping berita, tentu saja ada rubrik favorit saya seperti rubrik bahasa atau liputan khusus.
Majalah Internal Auditor.
Apapun profesi kita, sebetulnya sangat-sangat penting untuk terus memutakhirkan pengetahuan. Karena ada pengaruhnya dalam mendukung profesionalitas dan pembentukan diri sebagai pembelajar sepanjang hayat. Majalah ini diperoleh karena saya menjadi anggota asosiasi profesi internal auditor, salah satu keuntungan menjadi anggota adalah diberikan majalah elektronik ataupun hak untuk mengakses sumber-sumber referensi seperti panduan praktik audit, standar audit, dan berbagai sumber lainnya. Dari majalah ini diperoleh informasi terkini tentang isu-isu pada dunia bisnis, kode etik, tata kelola, kontrol, dan praktik audit. Ada juga rubrik yang berisi contoh studi kasus, meski banyak contoh praktiknya di luar negeri, namun sangat relevan untuk menambah pengetahuan dan wawasan.
Majalah International Railway Journal.
Nah. Khusus majalah ini gratis. Sekali lagi, GRATIS. Anda dapat mendaftar terlebih dahulu di http://www.railjournal.com/ , selanjutnya akan diemailkan bahwa sudah terbit edisi majalah terbaru. atau dalam web itu bisa baca-baca beritanya dalam bentuk web, artinya majalah yang dijadikan web. saya lebih suka versi majalahnya (file pdf) soalnya bisa diarsipkan. isinya tentang berita-berita tentang kereta api di berbagai belahan dunia. disamping banyak gambar/foto kereta api, rel, jembatan, banyak juga foto-foto pemandangan latar yang indah-indah. Saya sih lebih suka lihat fotonya daripada pada baca beritanya. Hehehehe
Sebetulnya masih ada lagi sumbernya, nanti akan saya tulis pada edisi berikutnya. Ini yang dapat aja dulu bahannya ya..Oiya...salah satu tips untuk memperolehnya majalah berbayar dengan harga terjangkau adalah dengan langganan secara patungan. Harga langganan satu tahun majalah tempo saat ini misalnya Rp850.000, dapat dicari barengan 10 orangan. Lumayan untuk mengefisienkan anggaran untuk membeli bacaan lainnya.
Semua majalah di atas saya arsipkan dalam laptop. Pelan-pelan akan saya unggah ke drive. soalnya laptop saya makin penuh saja. Jika ada yang berminat, silahkan saja hubungi saya secara japri ya..
Nah inilah sumber-sumber saya memperoleh majalah elektronik. Bagaimana denganmu? share donk :)